🌿16

54.8K 3.8K 409
                                    

Suasana ruang tengah itu sangat sunyi, padahal ada dua orang yang sedari tadi sibuk dengan pikiran masing-masing. Terutama Kaleza, dia tidak menyangka kepulangan Delaza bakal cepat dari perkiraan yang Tamari ucapkan.

Tak lepas-lepas dia menatap Delaza yang duduk di sebrangnya. "Lo, kok udah balik?" pertanyaan itu keluar setelah hening menyapa mereka di menit ke-3.

Delaza mengedikan bahunya acuh, dengan santai gadis itu menyeruput susunya.

"Gue udah gak ada urusan lagi di Belanda. Jadi gue putusin balik, toh pertunangan gue sama Zairo kurang dari seminggu."

Kaleza mati-matian menahan pekikannya, bayang-bayang kebebasannya menari-nari di kepalanya.

"Jadi, gue udah bebas dong? Iya lah harus." katanya pongah. Delaza menaruh gelas bening itu di atas meja, tatapannya tertuju pada Kaleza yang juga balas menatapnya.

"Untuk dua hari ke depan lo bantuin gue. Cuman dua hari, setelah itu lo bebas."

Senyum tipis Kaleza pudar usai mendengar permintaan Delaza. Matanya mengerjap lalu tak lama decakan kecil keluar dari bibirnya.

"Gue-"

"Demi butik yang Ibu janjiin. Lagian cuman dua hari kok." katanya menatap Kaleza memelas.

Kaleza melengos, tak lama kepalanya mengangguk. Tidak apa, hanya dua hari dan demi butik. Kaleza akan bertahan, lagipula dua hari itu juga singkat. Setelah hari esok maka lusa adalah hari terakhir Kaleza menjadi Delaza KW.

"Sejauh ini gimana perkembangan selama lo jadi gue?" pertanyaan beralih mengenai hubungan Kaleza dan Zairo. Kaleza mengaruk tengkuknya, haruskah dirinya jujur?

"Ada sih, sedikit." katanya dengan suara kecil, Kaleza terbatuk lantaran menangkap perubahan wajah dari Delaza.

"Perkembangan seperti apa?"

"Tiap malam dia minta dipeluk kalo bobo."

Delaza melototkan matanya, pikirannya mulai menerka tentang apa yang terjadi selama kurang dari sebulan ini. Tidak mungkin dua sejoli yang berbagi kasur tidak melakukan kegiatan lain selain pelukan.

"Kalian tidur bareng?" pertanyaan mengambang Delaza tak semerta-merta Kaleza jawab. Sepertinya Delaza sudah berpikiran jauh.

"Kita cuman tidur doang, benar-benar tidur. Zairo punya insomnia jadi dia minta di kelonin. Sejauh ini cuman itu doang." ungkapnya yakin.

Delaza terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk, bukankah ini kemajuan? Jadi, setelah mereka bertukar peran maka Delaza lah yang akan menggantikan tugas tiap malam Kaleza. Benar, tidak seharusnya dirinya berpikiran macam-macam seperti tadi.

"Oke, gue percaya sama lo."

Malam harinya, Kaleza baru tiba di kediaman Zairo. Sejak tadi bibirnya tak berhenti bersenandung menggambarkan betapa bahagia hatinya sebab kebebasannya tinggal di depan mata.

Dan kedatangannya ternyata bertepatan makan malam, Kaleza dengan baik hati membantu para pelayan untuk menyiapkan makanan meski di sela itu dia kadang mencomot makanannya tipis-tipis.

Zairo datang tepat setelah semuanya terhidang, Kaleza yang melihatnya dengan anggun menyeka keringatnya yang tidak ada seolah menunjukkan pada pria itu bahwa dia sudah melakukan pekerjaan berat.

Senyumnya tersungging manis, dan tanpa disuruh gadis itu bergerak mengambilkan lauk yang Kaleza sudah hapal tentang makanan favorit Zairo.

"Makan yang banyak ya, My Zai. Soalnya aku suka cowok gemoy."

Zairo yang sedang kebingungan menatap tingkahnya, bertambah bingung setelah Kaleza berujar demikian. Kaleza hanya mengulas senyum lebar, lalu tanpa kata duduk di hadapan Zairo.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang