🌿09

52.9K 3.9K 165
                                    

Setelah pulang dari panti, Kaleza kembali disibukkan menjadi Delaza yang haus mencari perhatian Zairo. Bukan itu saja, agenda Kaleza bertambah lantaran keluarga besar pria itu mengajak berkumpul di sebuah restoran jepang milik keluarga mereka.

Kali ini kehadiran Tamari beserta Rian ayah si kembar juga diikut sertakan.

Menatap dua keluarga yang saling bercengkrama, Kaleza beralih pada Zairo yang diam sepanjang acara berlangsung.

Pasti pria itu bosan. Jangankan Zairo, Kaleza pun demikian.

"Dela."

Kaleza yang merasa terpanggil menoleh dan mendapati salah satu tante Zairo keturunan Jepang menghampirinya. Mata sipit wanita itu mengamati Kaleza sebelum kemudian mengulas senyum. Tangannya terulur memberikan piring berisi sushi.

Kaleza menerimanya kikuk.

"Makanlah. Ini salah satu menu terbaik di resto kami." ujarnya tanpa meninggalkan aksen jepangnya.

Kaleza menunduk menatap horor makanan di tangannya, meneguk kasar ludahnya Kaleza mengambil sumpit kemudian menjepitnya. Semua pergerakannya tidak luput dari tante Zairo.

Begitu ikan mentah yang dibalur shoyu itu masuk ke dalam mulutnya, Kaleza memejamkan mata.

Ikan asin lebih enak. Batinnya menangis pilu.

Menelan bulat makanan di dalam mulutnya, Kaleza melempar senyum. "Enak." dustanya dengan mata berkaca-kaca.

"Enak banget, ya. Sampe terharu gitu." imbuhnya tersenyum lebar. Kaleza hanya mengangguk kemudian dirinya pamit menuju toilet dengan alasan ingin buang air kecil.

Tentulah itu hanyalah alasan Kaleza semata, hal sebenarnya Kaleza ingin memuntahkan isi perutnya.

Memasuki salah saru bilik toilet, Kaleza langsung muntah. Sudah ia katakan, Kaleza tidak doyan ikan mentah.

Mengusap bibirnya, Kaleza beranjak keluar. Tetapi suara yang tidak asing di pendengarannya sejenak menghentikan niat Kaleza untuk membuka pintu bilik toilet.

"Kurang dari dua minggu lagi kok. Kamu sabar-sabarin aja. Kale di sini cukup bagus, meskipun interaksinya sama Zairo tadi masih minim." Tamari berbicara lewat telpon, Kaleza tebak pasti sang ibu sedang berbicara dengan Delaza.

"Semangat dong. Ini keinginan lama kamu, Ibu sama Kale bakal berusaha yang terbaik. Jangan banyak pikiran, fokus aja senang-senangnya, nikmati liburan kamu sama teman-teman kamu sebelum mendaftar bulan depan di kampus UI." sahut Tamari di sela mencuci tangannya, ponselnya ia apitkan antara telinga dan bahu. Tanpa menyadari sosok lain di bilik toilet mendengar segalanya.

Kaleza termenung di tempat, bulan depan? Tapi bukankah sebulan penuh ini Delaza fokus mengurus pendaftaran beasiswa salah satu di universitas Belanda? Lalu, kenapa Tamari mengatakan bulan depan dan parahnya Delaza akan melakukan pendaftaran di Indonesia.

Dan lagi, ternyata sebulan ini Delaza sedang pergi liburan bersama teman-temannya!

Setelah beberapa saat, suara Tamari sudah tidak ada lagi. Kaleza melongokkan kepalanya dan eksistensi sang ibu tidak ada. Berjalan menuju wastafel, Kaleza membilas tangannya. Di tatapnya replika wajahnya di cermin, seutas senyum culas tercipta.

"Hebat banget ya. Gue berusaha bantu, ternyata cuman di manfaatin doang." monolognya menggeleng miris. Selama memasuki jiwa Kaleza, dirinya memang terkadang merasa ada rasa perbedaan antara Kaleza dan Delaza. Namun ia tidak menyangka bahwa perbedaan kasih sayang itu sampai sejauh ini.

"Apa gue berhenti aja, ya?" gumamnya memainkan tangannya di pinggiran wastafel. Namun Kaleza segera mengenyahkan pemikiran itu, ada janji hitam di atas putih sebelum Kaleza memutuskan menjadi Delaza.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang