🌿32

54.3K 6.1K 953
                                    

"Dari mana saja kamu?" pertanyaan Gavindra menyambut Zairo yang baru saja kelayapan entah kemana.

Zairo hanya mengedikan bahunya dan berlalu meninggalkan Gavindra yang masih duduk di ruang tengah.

"Geva dari tadi nangis, pemakaman juga akan dilakukan besok pagi."

Ucapan Gavindra berhasil menghentikan langkah Zairo. Pria itu menundukkan kepala sebelum kemudian berujar pelan.

"Di mana Geva?"

Sedari Zairo masuk, dia tidak melirik keadaan mansion yang sedang didatangi keluarganya. Kabar Zairo memiliki anak tentu mengejutkan mereka, lalu belum reda rasa syok keluarganya. Kini mereka mendengar ibu dari anak itu meninggal karena terjatuh dari tangga.

"Geva sama pengasuh lamanya. Dan besok pagi kita akan ke kediaman Tamari, untuk mengantark-"

Belum saja Gavindra merampungkan kalimatnya, Zairo berlalu dari sana. Melihat kelakuannya itu, Gavindra menggeleng pelan.

Keesokan paginya, kediaman Tamari ramai didatangi para pelayat. Suara tangisan terdengar saling bersahut-sahutan di dalam rumah itu. Tamari hanya mampu menyentuh wajah pucat sang anak yang kini telah berpulang.

Satu persatu para pelayat mulai berdatangan, pun keluarga besar Zairo. Geva tak luput juga, kehadirannya di tengah-tengah keluarga Caler tentu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan bagi para pelayat.

Tanpa memikirkan status, semua keluarga konglomerat itu kompak duduk dilantai.

Geva yang melihat ibunya, langsung minta diturunkan dari gendongan Zairo.

"Mamah!"

🌿🌿🌿


"Ini rumah baru kita. Dan ini kamar baby-nya. Di sini aku udah siapin sendiri perlengkapannya. Tapi aku tidak tau kira-kira cat dindingnya warna apa, ya?"

Kaleza mengerjap setelah tubuhnya ditarik begitu saja. Netranya memindai ruangan yang sudah disulap sedemikian rupa.

Kaleza tanpa sadar tersenyum, terlebih telinganya selalu mendengar nada antusias pria yang dipanggil Zuu itu. Jelas sekali dia tidak sabar menjadi orang tua. Tapi, mengapa Kaleza diperlihatkan hal ini. Dia seakan berada di dunia yang alurnya maju mundur.

"Zuu, tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya."

Lagi dan lagi Kaleza ditarik hingga kini dihadapkan dengan dirinya sebagai Kalisa. Dia bisa melihat secara jelas bagaimana dirinya dahulu itu berdiri di sebuah gerbang rumah yang jelas bukan rumah sebelumnya yang Kaleza lihat.

Tidak ada yang menghiraukan dirinya, pun penjaga juga si pemilik nama yang selalu ia panggil itu.

"Zuu, hari ini aku jatuh dari motor. Hanya agar bisa bertemu denganmu. Jadi aku mohon, buka pintunya."

Hujan mulai turun, perlahan jadi deras. Disusul petir yang menyambar-nyambar tetapi tak sedikitpun perempuan yang mirip dirinya di masa lalu itu mundur.

Kaleza meringis, sebenarnya ini mimpi atau memang bagian dari masa lalunya sih? Tapi kenapa Kaleza tidak mengingatnya?

Tubuhnya tiba-tiba ditarik, kali ini Kaleza berada di sebuah kamar. Kaleza yakin dia masuk ke dalam rumah yang pemiliknya bernama Zuu itu. Karena Kaleza langsung menangkap siluet seseorang dari belakang yang berdiri menghadap jendela.

Meski begitu Kaleza tau pria itu sedang melihat kegigihan wanita di luar sana.

"Tuan,"

Salah seorang bawahan menghampirinya. Meski pria itu menoleh sayangnya Kaleza masih belum melihat wajahnya. Alias buram.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang