🌿12

52.7K 3.8K 167
                                    

Zairo bergerak cepat memasuki lantai dua tempat Kaleza juga kebakaran terjadi. Teriakan yang memintanya untuk tidak menembus kepulan api tidak ia hiraukan, pikirannya saat ini adalah bagaimana dia menemukan Kaleza di tengah kepulan asap dan api yang kian membesar.

"Delaza!" Zairo memanggil nama itu namun tidak ada tanggapan, pun ketika dirinya memasuki ruangan tempat jaketnya tertinggal. Sosok Kaleza juga tidak ada di sana.

"Bro! Jangan gila lo! Kita harus keluar dari sini. Apinya udah makin membesar." salah seorang sahabat Zairo yang berhasil menyusulnya kini berusaha menarik Zairo untuk pergi dari sana. Pandangan mereka terbatas, meski begitu Zairo mengamati liar ke sekitarnya, barangkali dia menemukan sosok gadis itu.

Suasana luar club begitu riuh, bertambah riuh saat ledakan kedua menyusul.

"Masih banyak yang terjebak di sana."

"Pemadam kebakaran akan tiba 10 menit."

Zairo yang mendengar itu menggeram, netranya jatuh pada bangunan yang sedang dilahap si jago merah. Kobarannya begitu besar hingga yang mereka lakukan hanyalah berusaha memadamkan api semampunya saja. Teriakan orang-orang yang terjebak di dalam sana santer terdengar, tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu pemadam kebakaran datang.

Sesuai perkiraan, petugas akhirnya datang dan segera mengambil ancang-ancang memadamkan api. Bukan cuman itu saja, sebagian dari mereka juga berusaha masuk ke dalam yang tentunya sudah dilengkapi oleh baju anti-api.

Terdapat beberapa pengunjung yang berhasil di evakuasi, dan itu tak luput dari pengamatan Zairo.

"Sepertinya sudah semuanya." salah satu dari mereka memberi informasi, Zairo tentu saja tidak terima.

"Kalian bicara apa! Masih ada satu gadis di dalam sana!" teriakan Zairo menyentak orang-orang yang mendengarnya. Termasuk teman-temannya.

"Maaf, Dek. Tapi di dalam sana sudah tidak ada orang lagi. Kami benar-benar memastikannya."

Kepalang emosi, Zairo meraih kerah baju orange milik petugas. Tingkahnya segera dihalangi oleh teman-temannya yang berusaha menghentikannya.

"Sabar, bro. Lo jangan panik gini, yang ada tambah runyam."

Zairo berdecih, melepaskan cengkramannya secara kasar, pria itu hendak menerobos masuk kembali. Orang-orang berusaha menghentikannya lantaran dikhawatirkan bangunan yang terbakar rentan bisa roboh. Tetapi seakan tuli, Zairo tetap melanjutkan langkahnya masuk ke dalam.

Sisa-sisa asap kebakaran masih ada, api yang belum sepenuhnya padam masih Zairo lihat. Tujuannya adalah lantai dua, namun ketika sampai di sana, sekali lagi Zairo tidak menemukan apa-apa.

"Delaza!" teriakannya menggelegar dan Zairo tidak mendapat balasan dari nama yang ia teriaki. Zairo terus berteriak memanggil nama Delaza, pria itu teramat yakin bahwa calon tunangannya masih ada di sini.

"Dela—"

"Aduh!"

Zairo menghentikan teriakannya saat suara dari balik sofa mengambil atensinya. Kaki-kaki panjangnya segera mendekati arah suara tadi, belum saja Zairo sampai, sesosok manusia keburu menongolkan kepalanya.

"Uhuk! Ini kita lagi di surga, ya?" sosok yang tak lain Kaleza itu berujar. Matanya mengedar sebelum kemudian berhenti pada Zairo yang berdiri menatapnya. Kedua maniknya mengerjap, lalu Kaleza tersadar bahwa dia memang masih berada di club usai dirinya pingsan setelah mendengar suara ledakan.

"My Zai! Lihat!" seakan keadaan kacau di sekitarnya bukanlah masalah, Kaleza mendekati Zairo kemudian mengangkat jaket kulit mahal milik pria itu sejajar dengan wajahnya yang cemong. Benda yang ia jaga sampai tetes darah penghabisan.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang