🌿36

33.2K 4K 596
                                    

Berjalan lesu dari ruangan Zairo, Kaleza memijit pelipisnya pelan, kakinya lalu berbelok masuk dalam toilet yang terletak di dekat tangga darurat, merenungkan kembali semua yang terjadi. Semuanya terasa rumit baginya, kebencian Zairo teramat kental hingga keberanian Kaleza menguap begitu saja.

Entah usaha apalagi yang Kaleza lakukan.

Zairo memasang begitu tebal sekat hingga Kaleza tidak bisa masuk semudahnya seperti dulu. Dia bukan Zairo lagi yang selalu memaafkan segala kesalahannya di masa lampau. Perkataan pria itu benar, karena keegoisannya, telah menciptakan karakter baru bagi pria itu.

Zairo yang ia kenal bukanlah pemilik tampang datar, dingin, juga kejam.

Zairo yang Kaleza kenal dulu adalah pria yang ramah, murah senyum, tidak meninggikan suara kepada orang lain, juga peduli pada orang sekitarnya.

Semuanya berubah banyak, dan Kaleza adalah penyumbang terbesar perubahan itu.

Entah berapa lama Kaleza mengurung diri hingga wanita itu memutuskan keluar tentu dengan isi kepala yang penuh. Sibuk dengan pemikirannya, Kaleza tak menyadari beberapa pasang mata tengah mengamati dirinya lamat.

"Bukannya tuh cewek pelakor?"

"Maksud lo cewek yang rebut bos dari Alina?"

"Hu'um, udah punya anak. Kebetulan gue berteman baik ama salah satu sepupu si bos."

"Gila. Ngapain tuh lonte di mari? Mana cuman pake piyama yang kancingnya udah kebuka di atas lagi."

"Ya mau goda bos lah. Gue masih sakit hati banget liat teman gue ditikung ama tuh pelakor. Alina ngurung diri di kamar terus menghilang gitu aja setelah pernikahan dibatalkan."

4 orang karyawati itu saling lirik satu sama lain, tatapan mereka mengarah ke hal yang sama.

"Beri hadiah tipis-tipis gih." salah satu dari mereka yang mengaku teman baik Alina itu menunjuka punggung Kaleza yang perlahan makin menjauh.

Yang lainnya kompak mengangguk lalu menyusul Kaleza sedang mengedarkan pandangan ke sekitar perusahaan.

"Cari apa?" tanya salah satunya yang terkesan ramah.

Kaleza yang bingung mencari sopir menolehkan kepala dan mendapati 4 pasang mata yang tengah meyorotnya lurus.

"Emm, cari sopir." jawabnya singkat.

Tak ingin berlama-lama melakukan interaksi dengan mereka, Kaleza melenggang pergi namun hal tak diduga datang. Bagian kepalanya ditarik begitu kasar menyebabkan ringisan keluar dari bibirnya.

"Kita masih pengen ngobrol loh."

Kaleza menyerngit kemudian dengan tenaganya menendang tulang kering gadis itu kuat hingga jambakannya terlepas.

"LO!"

Orang-orang yang melihat keributan itu mulai tertarik untuk menonton secara jelas.

"Apa! Lo pada pikir gue bakalan diam. Cuih, beraninya main keroyokan." sindirnya seakan melupakan statusnya sebagai wanita yang sudah memiliki anak.

Karena tidak nyaman dikerumuni, Kaleza berlalu dari sana. Tujuannya hanya ingin pulang sembari menenangkan pikirannya yang sejak tadi kusut seperti benang.

Tibanya di luar gerbang, Kaleza mengatur napasnya seraya itu mengamati kendaraan yang berlalu-lalang. Entah mengapa posisi tadi kembali mengingatkannya tentang Rengganis yang mendorongnya hingga terjatuh dari tangga.

Merasakan kembali perasaan itu, Kaleza menolehkan kepalanya ke belakang. Tepat dugaannya bahwa wanita tadi menyusulnya bahkan sudah berdiri di belakangannya.

KaleZaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang