Prolog; Bersemuka

109K 5.2K 140
                                    

Aku merutuki perbuatanku. Semalam, aku tidur terlalu larut dan alhasil aku terbangun 15 menit sebelum bel di sekolah berbunyi. Aku terlambat, semoga gerbang sekolah belum ditutup.

Aku berlari. Jarak rumah ke sekolah tak terlampau jauh, namun hari ini rasanya berbeda. Sekolahku terasa jauh, sangat jauh. Demi Tuhan, ini pertama kalinya aku terlambat. Konyol sekali jika aku yang biasanya menyapa Pak Fadil -satpam di sekolah- hari ini akan mengemis memohon dibukakan pintu gerbang.

Pintu gerbang sudah di depan mata. Aku mempercepat langkah kakiku.

"Pak Fadil, tunggu!" teriakku sekencang-kencangnya berharap Pak Fadil menghentikan aktivitasnya menutup pintu gerbang.

Pak Fadil berhenti, menatapku yang sedang berlari.

Akupun sampai di depan gerbang sekolah. Aku menghirup napas sebanyak-banyaknya.

"Neng, kok nggak biasanya datang jam segini? Bangun kesiangan, ya?"

Aku hanya mengangguk.

"Ya sudah, Neng. Masuk saja. Keburu saya tutup loh gerbangnya."

"Terima kasih, Pak."

Pak Fadil tersenyum kemudian melanjutkan aktivitasnya yang sempat ku hentikan.

Aku berlari menuju kelasku. Semoga belum terlambat. Aku terus berlari tanpa melihat kanan kiriku.

Di belokan koridor, seorang cowok melintas. Karena sudah tak mungkin aku berhenti, akupun menabraknya. Hap. Untung dia menangkapku. Jikalau tidak, pasti pantatku tengah berciuman dengan lantai koridor yang dingin itu.

Mata kami bertemu. Wajah kami sangat dekat. Mata hazelnya sangat indah. Oh Tuhan, aku tidak ingin munafik. Dia tampan, wajahnya sangat tenang, hidungnya mancung, dan bibirnya merah tipis. Jantungku berdegup kencang. Astaga, ada apa denganku? Apakah ini yang dinamakan love at the first sight?

"Bagus, ya. Bukannya masuk kelas malah romantis-romantisan disini," ucap seseorang yang mengagetkan kami. Sepertinya, itu suara guru. Kamipun tersadar dan dia melepaskanku dari dekapannya. Akupun terjatuh.

Aku mengaduh kesakitan. Dia tersadar.

"Kamu nggak kenapa-kenapa?" tanyanya. Suaranya indah, seindah parasnya.

"Sakit."

Tanpa aba-aba, dia membopongku. Refleks, aku mengalungkan tanganku di lehernya agar tidak terjatuh. Aneh, tapi asli romantis. Entahlah, aku tak mau tahu kemana ia akan membawaku. Yang aku lakukan hanya memandangi wajahnya.

"Kalau lihatin biasa saja. Nanti naksir."

Aku malu. Aku ke-gap tengah memandanginya tanpa berkedip. Akupun memalingkan wajahku yang sepertinya merah merona.

"UKS dimana?"

"Itu, di sebelah Ruang OSIS."

Sesampainya di UKS, dia mendudukkanku di ranjang.

"Mana yang sakit?" tanyanya sangat lembut.

"Sepertinya kaki aku kesleo, deh."

Dia bersimpuh di depanku dan memegang pergelangan kakiku. Dia juga melepaskan sepatuku. Andai saja dia kekasihku, pastilah aku menjadi gadis paling beruntung di dunia ini karena aku memiliki kekasih seperti dia.

Tiba-tiba, dia menarik pergelangan kakiku. Akupun menjerit kesakitan.

"Sudah," ucapnya girang.

Aku menggerakkan kakiku. Ajaibnya, tak kurasakan sakit sama sekali.

"Sudah mendingan?"

"Sudah, kok. Kamu pantes jadi tukang pijit," ucapku membuatnya tertawa.

"Kenapa ketawa?" tanyaku.

"Kamu lucu."

Terjadilah perbincangan kecil yang diiringi gelak tawa kami. Rasanya nyaman sekali bersamanya. Dia baik, ramah, dan murah senyum. Tetapi aku tak tahu siapa namanya.

"Nama kamu siapa?" ucapku dan dia bersamaan.

"Kamu duluan," bersamaan lagi. Terjadilah keheningan beberapa saat.

"Gana. Namaku Fatamorgana Sefria." ucapnya sambil mengulurkan tangan.

"Aleasha Senja."

Ku jabat tangannya. Aku menatap matanya lagi dan kami saling beradu pandang. Terukir senyum yang indah di wajah tampannya. Ku balas senyumnya. Posisi tangannya berubah sekarang. Dia mengelus punggung tanganku dengan ibu jarinya tanpa melepas genggamannya. Hatiku menghangat. Ada getaran aneh saat dia menatapku.

"Ternyata bukan cuma parasmu yang indah, senyummu juga," ucapnya. Aku membalasnya dengan senyuman. Terjadilah keheningan di antara kami, lagi.

"Mata kamu juga indah. Boleh aku tatap mata kamu setiap hari?"

"Dengan senang hati, Alea."

Aku menikmati saat-saat seperti ini, dimana hanya aku dan Gana yang saling menyalurkan rasa melewati tatapan mata.

"Kalian dipanggil ke Ruang BP sekarang," ucap seorang siswi yang tiba-tiba saja berada di ambang pintu. Aku tahu apa yang akan terjadi sekarang ini.

Dan inilah awal dari segalanya, tentang dia yang mengajarkanku betapa sakitnya mencintai seseorang yang terjebak dalam dua hati.

Fatamorgana | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang