Tak Kenal Lelah Menyakiti

14.6K 958 42
                                    

Aku menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku. Waktu telah menujukkan pukul 17.00 WIB. Tenda telah didirikan dan semua orang tengah sibuk menyiapkan kayu bakar untuk api unggun. Aku duduk menghadap barat menatap langit yang mulai jingga.

"Al, ini tas siapa? Bukankah kamu hanya membawa dua tas saja?" tanya Aruna membuyarkan lamunanku.

"Oh, tas itu milik Thea."

"Kenapa bisa ada denganmu?"

"Gana menyuruhku membawanya sementara ia menggendong gadis yang bersandiwara itu," ucapku cepat.

"Maksudmu?"

"Ya begitulah," jawabku singkat.

Aku menatap tas itu dengan malas. Aku berdiri dan segera mengambilnya.

"Run, aku izin mengembalikan tas ini sebentar ya."

"Okay," jawab Aruna sambil mengacungkan ibu jarinya.

Aku berjalan menuju tenda Thea yang berada agak jauh dari tendaku. Aku mengedarkan pandanganku mencarinya.

Langkahku terhenti saat aku mendapatinya tengah tertawa bersama Gana. Aku membalikkan badan, lalu melangkahkan kaki. Sialnya, aku menginjak ranting pohon dan menyebabkan mereka menoleh ke arahku.

"Alea, ada apa?" tanya Gana membuatku membalikkan badan lagi.

"Anu, ini-,"

"Oh, tas Thea. Kemarilah, letakkan saja disini," perintahnya.

Aku melangkahkan kakiku mendekati mereka. Tatapan Thea langsung berubah menjadi tatapan benci.

Setelah selesai aku meletakkan tas milik Thea, aku berpamitan kepada mereka untuk segera kembali ke tenda.

"Aku pamit. Ada hal yang harus aku benahi."

"Apa, Al? Mungkin aku bisa membantu."

"Yang harus kubenahi adalah hatiku, kamu tidak akan mampu membenahinya karena kamu yang merusaknya," batinku.

"Tidak perlu, hanya hal kecil saja."

"Aku ikut," ucap Gana.

"Eh, em- baiklah."

Aku tersenyum dengan sangat terpaksa. Niatku adalah menjauhinya, namun aku malah menjadikannya dekat denganku.

"Thea, aku pergi dulu ya," ucap Gana sambil mengusap puncak kepala Thea.

Aku buru-buru membalikkan badanku, aku tak mau melihat adegan itu lagi untuk kesekian kalinya. Kemudian, aku melangkahkan kaki dan sepertinya Gana mengikutiku.

Kami berjalan beriringan. Belum sempat aku memasuki area tendaku, Gana menarik tanganku kemudian menarikku menuju batu besar di tepi sungai. Ia mengajakku duduk disana dan akupun menurutinya.

"Kenapa kamu mengajakku kesini?" tanyaku sambil menatapnya.

Ia tak menjawab, namun ia menggenggam tanganku.

"Ada apa, Gana?"

"Aku ingin mengatakan sesuatu."

"A-apa?"

"Sebelumnya aku meminta maaf apabila jujurku membuatmu sakit."

Jantungku mulai berdegup kencang. Aku mulai berpikiran negatif.

"Aku berkali-kali berpikir akan mengatakannya padamu atau tidak. Aku pikir apabila aku memberitahumu, kamu akan sakit hati. Namun, hal itu lebih baik daripada aku menyembunyikannya dan kamu mengetahuinya dari orang lain, pasti kamu akan lebih sakit," ucapnya sembari menatapku lekat.

"Apa ini berhubungan dengan Thea?"

"Maafkan aku. Maaf," ucapnya sembari menggenggam erat tanganku.

"Kenapa Gana? Katakan padaku, katakan!" ucapku dengan mata mulai menghangat.

"Maaf," jawab Gana sambil menunduk. "Se-sebenarnya,"

"Apa, Gana? Sebenarnya apa?"

Gana menghembuskan napasnya, lalu menatapku lagi. Aku memejamkan mata, takut dengan apa yang akan diucapkannya. Terlebih, aku takut kejujurannya benar membuatku hancur.

Aku menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi rongga dadaku yang mulai tercekat karena ucapannya.

"Aku dan Thea memiliki hubungan lebih dari seorang teman."

☜☆☞

Fatamorgana | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang