Perihal Luka

15.8K 1K 57
                                    

Sehari berlalu, Gana masih kukuh tak ingin menemui Thea untuk sekedar meminta maaf. Aku bingung dengan sifatnya, terkadang ia tak bisa lepas dariku, terkadang juga ia menjauhiku. Seperti halnya tali yang ditarik ulur.

"Gana, kamu tak berniat meminta maaf kepada Thea?" tanyaku padanya yang tengah sibuk dengan handphonenya.

"Hm?"

"Aku rasa kamu menyakiti Thea," balasku ringan.

Gana menyimpan handphone hitamnya di saku, kemudian menatapku serius.

"Al, aku tahu itu. Tetapi--,"

"Kamu bilang kamu mencintai kami berdua. Seharusnya kamu dapat berlaku adil," aku meneguk ludah, tenggorokanku mulai tercekat.

"Thea sangat mencintaimu, bukankah kamu juga sangat mencintainya? Kamu harus ingat, sekalinya kamu mempermainkan hati seorang wanita, secara tidak langsung kamu bermain dengan karma. Karma tahu kemana ia harus menjalankan tugasnya. Jadi, meminta maaflah dengan tulus," ucapku diakhiri dengan senyuman.

Gana terdiam. Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kelas. Tak ada Thea disini. Kemudian, aku menggenggam tangan Gana dan mengajaknya bergegas.

"Mau kemana, Al?"

"Sudah, ikut saja."

Jantungku berdegup tak karuan. Aku tak boleh egois kepada Thea. Ia berhak bahagia, meskipun bahagianya karena orang yang membuatku bahagia juga.

Selepas berkeliling sekolah, kami menghentikan langkah di taman. Aku mendapati Thea tengah melamun di bangku taman.

"Kamu bisa lihat bagaimana keadaannya sekarang, bukan?"

Gana tak menjawab pertanyaanku, ia menatap Thea. Dengan berat hati aku melepas genggaman tanganku. Gana kemudian menatapku, aku mengangguk memberi isyarat supaya ia menemui Thea. Ia tersenyum singkat lalu berlalu dari hadapanku.

Gana telah berada di hadapan Thea, kemudian ia menjulurkan tangannya.

"Maaf, Thea."

Thea mendongakkan kepalanya, tak berselang lama, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain seperti tak ingin menatap Gana.

"Thea, maafkan aku," ucap Gana memelas dan pada akhirnya Thea berbicara.

"Iya, aku memaafkanmu. Aku tahu, aku bukan menjadi yang pertama di hati kamu. Aku sadar diri, aku bukan siapa-siapamu."

Gana duduk di samping Thea, lalu menggenggam kedua tangannya.

"Thea, kamu memang bukan yang pertama, tetapi percayalah kamu punya kedudukan yang sama. Aku mencintaimu sama seperti aku mencintai Alea."

Aku terdiam lalu tertunduk lesu. Aku tak menginginkan semua ini terjadi. Aku ingin satu cinta untukku, bukan cinta yang terbagi seperti ini.

"Aku tidak percaya. Mana mungkin aku bisa berada diposisi yang sama dengannya," ucap Thea yang kemudian berdiri lalu hendak melangkahkan kaki. Namun, Gana berhasil mencegahnya.

Gana menarik tangan Thea, lalu membawa Thea ke dalam pelukannya. Thea menangkap keberadaanku, kemudian ia mengeratkan pelukannya kepada Gana.

"Baiklah, aku memaafkanmu. Dengan satu syarat, jangan pernah berpaling dariku. Berlaku adil padaku dan jangan pernah tinggalkan aku. Janji?"

Gana mengangguk. Tak lama kemudian, Thea menatapku sembari tersenyum sinis. Aku mengerti, semua ini pasti termasuk permainannya untuk menghancurkanku. Tetapi tidak masalah, aku tak berniat membalasnya.

Gana melepaskan pelukannya.

"Aku berjanji, tetapi berjanjilah juga kamu tidak akan bersedih lagi. Ingat selalu, kamu dan Alea sama."

Thea tersenyum sumringah, lalu mengangguk antusias. Thea mengajak Gana menuju kelas, Gana menurutinya. Dengan tangan saling bertautan, mereka melangkahkan kakinya menuju kelas dan meninggalkanku yang tengah menangis tanpa air mata.

"Aku yang menyuruhnya meminta maaf lalu kenapa aku yang tersakiti lagi?" batinku.

Aku mencoba tersenyum mengokohkan hatiku. Ucapan Gana mampu menggoyahkan hatiku. Biarlah berjalan seperti ini, terjebak dalam satu cinta untuk dua hati.

"Semuanya berubah dengan sekejap. Waktu sesingkat ini membuat kita semakin jauh. Kamu berhasil mematahkan hatiku berkali-kali dengan mudahnya. Aku suka itu, karena itu sudah menjadi kebiasaanku. Disakiti tanpa berani menyakiti kembali."

☜☆☞

Fatamorgana | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang