Yang Terbaik

15.1K 1K 51
                                    

Gana berdiri, kemudian mundur beberapa langkah menjauhiku. Aku menatap tangan Gana yang berlumuran darah. Aku mencoba meraih tangannya, namun ia menghindari sentuhanku. Aku tak berani berbuat apapun lagi.

"Gue baru sadar, ternyata lo licik. Gue sudah salah memilih lo menjadi tunangan gue. Sekarang, gue lepas lo. Jangan berharap ada kata kita di antara lo dan gue. Pergi jauh-jauh dari hadapan gue dan jangan pernah lo menampakkan muka lo lagi, wanita ular," ucapnya sengit.

"Ma-maksud kamu?"

"Lo bukan siapa-siapa gue lagi, begitupun sebaliknya. Jangan ganggu hidup gue lagi terlebih jangan ganggu hubungan gue dengan Althea. Gue sudah mantap akan bertunangan dengan Althea yang lebih baik daripada lo," ucap Gana sambil menatapku tajam.

"Gana, jangan. Jangan terhasut Thea. Ini semua rencananya untuk menghancurkan kita."

"DIAM!" sentaknya.

Aku menunduk, terdiam tanpa berani mengucap sepatah katapun. Ternyata benar kata orang, sakit hati paling dalam adalah ketika kita diam, tak mampu berucap dan bahkan tak mampu menangis.

Ia melenggang pergi meninggalkan kenangannya disini, di tempat ia mendeklarasikan berakhirnya segala hal di antara kami. Aku tak berani membantah. Sebenarnya, aku menolak, namun biarlah hanya aku dan Tuhan yang mengetahuinya.

Kisahku bersamanya telah berakhir, namun tidak untuk segala kenangannya. Aku menghela nafas, kemudian berdoa, semoga Yang Maha Pemurah senantiasa memberiku hati yang lapang. Semoga Yang Maha Memberi Cinta menjadikan perpisahan ini sebagai awal kisah cinta yang lebih baik, untukku dan dirinya.

Aku mencoba bangkit dengan hati yang sudah melebur bersama kepergiannya. Aku berhasil, kemudian aku melangkahkan kaki tertatih menahan rasa sakit yang menyerangku tanpa henti.

Aldo menghampiriku. Aku tak tahu pasti darimana ia mengetahui keberadaanku. Aku menatapnya sejenak sebelum kemudian menatap Gana hilang dari pandangan mataku.

"Alea, apa yang sudah dilakukan pria kejam itu padamu?"

"Sttt, dia tidak kejam. Dia hanya sedang tersesat," ucapku membela Gana.

"Mari kita ke posko, aku akan mengobati luka-lukamu," ajaknya.

"Benarkah? Bisakah kamu mengobatinya?"

"Iya, Al. Aku bisa mengobatinya," ucapnya mantap.

"Termasuk luka hati?"

Aldo menatapku sendu, sedetik kemudian, ia menarikku ke dalam pelukannya. Aku melupakan segala rasa sakit di tubuhku dan mencoba menumpahkan segalanya.

Aku memeluk Aldo erat. Ia mengusap kepalaku lembut. Aku merindukan sosok lelaki yang biasanya menjadi tempat berbagi lukaku, namun hari ini, lelaki itu yang menorehkan luka di hatiku. Ia berhasil memorakporandakan lahir dan batinku.

"Dia melepasku," bisikku pelan.

"Luapkan semuanya, jangan biarkan rasa itu memberatkanmu. Kamu tidak perlu merasa sendirian, aku siap menjadi tempat barumu untuk berteduh," ucap Aldo lembut.

Aku tak mengerti maksud Aldo, yang jelas, perlahan aku mulai menitikkan air mata. Aku menguras habis rasa sakit di hatiku.

"Dia tak menginginkanku lagi, Aldo. Tolong, bawa aku pergi dari sini. Ia tak ingin melihatku lagi," perlahan aku kehilangan kesadaranku. Aku meluruh di pelukannya, dan akhirnya, semuanya menjadi gelap.

☜☆☞

Fatamorgana | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang