Pergi

17.8K 1.2K 1
                                    

"Gana, bangunlah. Aku merindukanmu. Jangan berlama-lama berada dalam mimpi indahmu."

Waktu telah menunjukkan pukul 23.00 WIB, empat jam telah berlalu. Gana tak kunjung membuka matanya. Berkali-kali aku mencoba membangunkannya, tetapi nihil. Ia tak bergerak sama sekali.

Aku menatap wajahnya. Tenang, sangat tenang. Ia seperti tak merasakan apa-apa saat kusentuh. Ia mungkin tengah berbahagia di alam mimpinya.

"Gana, bangun. Aku berjanji akan mengajakmu ke tempat yang kamu sukai. Bangunlah, apa kamu tidak merindukanku?" aku berkata perlahan.

Aku membelai rambutnya. Hatiku tak henti-hentinya berdoa untuk kesembuhannya. Aku tak ingin kehilangannya. Aku ingin dia terus bertahan.

Tante Ranti dan Om Wijaya tengah pergi, entah kemana. Yang jelas, mereka menyuruhku untuk menjaga Gana, bahkan tanpa harus dimintapun aku akan tetap disini menemaninya sampai ia tersadar.

"Fatamorgana Sefria, kamu sudah berjanji tidak akan kemana-mana, bukan? Jadi, jangan pergi."

Aku menggenggam tangannya untuk kesekian kalinya. Entah mengapa, suhu tubuhnya semakin rendah. Telapak tangannya terasa dingin.

"Hey, kamu kedinginan?" aku menatap wajah Gana yang damai.

"Gana, buka mata kamu, kumohon."

Aku mendekatkan bibirku ke telinga Gana, aku berbisik, "Gana, aku mencintai kamu. Bukankah kamu juga? Jangan pergi."

Beberapa detik setelah aku mengucapkannya, aku melihat air mata Gana menetes dari sudut matanya. Aku terdiam, apakah dia mendengarkanku?

"Gana, kamu mendengarkanku? Bangunlah, buka mata kamu."

Aku merasa terharu, jari Gana bergerak sebentar. Aku menyebut namanya berkali-kali. Aku berharap ia akan segera tersadar.

Namun, tak lama setelah itu ia terdiam lagi. Napasnya tersengal, semakin lama semakin cepat.

"Gana, kamu kenapa?" aku tak sanggup menahan air mataku. Baru saja aku melihatnya bergerak, sekarang ia seperti akan kehilangan napasnya.

Aku bingung, dengan segera aku berteriak memanggil dokter. Dokter dan suster pun datang, dengan cepat mereka mengecek keadaan Gana.

"Dokter, detak jantung pasien melemah," ucap suster panik.

"Siapkan defibrillator, sekarang!" perintah dokter.

Aku makin panik, seorang suster yang lain mencegahku mendekat. Aku meronta, meminta untuk dilepaskan.

"Lepaskan saya, Suster. Saya ingin melihat Gana!" aku berteriak sekencang-kencangnya.

"Mbak, keadaan pasien sedang darurat. Mbak tenang, dokter akan membantu untuk menyelamatkan pasien," ujar Suster tersebut menenangkanku.

Aku tetap meronta-ronta, disertai suara tangisku yang pilu. Aku meneriaki nama Gana.

Aku menatapnya yang tengah berjuang antara hidup dan matinya. Dokter terlihat sangat frustasi.

"Suster, detak jantungnya menghilang. Naikkan tegangannya, kita akan mencobanya sekali lagi."

Demi Tuhan, sesaat setelah dokter menyelesaikan perkataannya, hidupku rasanya tumbang. Jantung Gana tak berdetak lagi, aku menatapnya tak percaya.

"Jangan pergi, kembalilah. Kamu harus tetap hidup."

☜☆☞

Fatamorgana | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang