Rasa yang Bermetamorfosa

52.3K 3.3K 104
                                    

"Alea," panggilnya.

"Iya, Gana. Ada apa?"

"Ikut aku, yuk!"

"Kemana?"

"Sudah, ikut saja."

Aku mengikutinya. Gana, dia menjadi sahabatku sekarang. Baiklah, aku tidak akan yakin bahwa persahabatanku dengannya murni tanpa ada rasa melebihi seorang sahabat. Sejak awal berjumpa dengannya, ada yang berbeda dengan hatiku. Perasaan bahagia selalu muncul ketika ia berada di dekatku.

Namaku Alea. Aleasha Senja. Seperti namaku, aku juga menyukai senja. Setiap sore, aku menghabiskan waktuku untuk melihat matahari tenggelam di balkon kamarku yang kebetulan menghadap barat.

Aku juga seorang pluviophile, sang pengagum hujan. Entahlah, aku merasa tenang saat hujan datang. Menurutku, hujan itu menyenangkan. Tiap kali hujan turun, hidupku seakan tanpa beban. Dan aku percaya, di setiap genangannya pasti tersimpan banyak kenangan.

Hampir terlupa, aku dan Gana bertetangga sekarang. Rumah kami saling berhadapan. Aku senang karena ku pikir aku akan berjumpa dengannya setiap hari.

Aku dan Gana berada di danau yang letaknya jauh dari rumah. Sepi, tak ada orang lain selain aku dan dia. Ia menarik tanganku dan mengajakku duduk di tepian danau.

"Alea, kamu senang?"

"Aku senang, sangat senang. Terima kasih sudah mengajakku kemari," jawabku sembari tersenyum.

"Sama-sama."

Beberapa hari lalu, di tempat yang sama, ia mengajakku berdansa di bawah derasnya hujan. Aku baru tahu, ternyata ada manusia lain yang mencintai hujan sama sepertiku. Baiklah, kurasa hal itu sudah cukup membuatku jatuh hati padanya. Dan pada saat itu juga, aku sadar, aku bukan mengaguminya namun aku mencintainya. Terlalu cepat memang, tetapi bukankah cinta itu di luar kehendak manusia?

"Gana."

"Ya, Al?"

"Kamu pernah kesini sebelumnya?"

"Aku sering ke sini."

Aku hanya mengangguk. Sekarang aku tahu sisi lain Gana, ia suka ketenangan.

Gana menggenggam tanganku. Aku terkejut. Namun tetap saja, aku merasa bahagia. Aku tersenyum padanya.

"Ada apa, Gana?"

Ia membalas senyumku. Melihatnya tersenyum, demi Tuhan aku ingin bilang, jangan tersenyum lama-lama, nanti aku makin cinta.

"Aku cuma mau bilang."

"Bilang apa?" jantungku berdegup kencang.

Dia merubah posisi duduknya menjadi berdiri. Aku mengikutinya. Aku bingung, sebenarnya apa yang akan dikatakan Gana?

"Aku cinta kamu."

Aku menatap matanya. Aku tak menemukan kebohongan disana.

"Jangan tatap mataku," ucapnya pelan.

"Kenapa?"

"Nanti kamu tahu perasaanku."

Aku diam, aku bingung harus menjawab apa. Aku menghembuskan napas perlahan.

"Sejak kapan?"

"Sejak pertama kali mata kita bertemu."

"Sesederhana itu?"

Dia melepaskan genggaman tangannya dan membalikkan tubuhnya menghadap danau.

"Cinta memang sederhana, bisa datang darimana saja. Senyuman, tatapan mata, bahkan hanya dari kebiasaan bersama," ucapnya.

Aku tetap diam, lidahku kelu untuk berkata.

"Seperti aku dan kamu. Pertemuan tidak disengaja itu menggangguku sampai sekarang. Tiap malam aku resah memikirkan kamu, Alea," dia menghembuskan napasnya.

Hatiku menghangat, ternyata perasaanku terbalas. Aku tersenyum sembari menatap punggungnya.

"Jadi?" tanyaku perlahan.

Dia membalikkan tubuhnya menghadapku. Dia mendekat lalu menggenggam kedua tanganku sembari tersenyum.

"Mau nggak kamu merubah aku dan kamu menjadi kita?"

Aku menatapnya. Retina kami bertemu, tatap mata Gana berubah sendu.

"Aku belum pernah merasakan detak jantungku yang berdegup kencang sebelum aku menatap mata kamu," ucapnya pelan.


"Aku belum pernah merasakan bahagia yang paling bahagia sebelum aku ketemu kamu," tambahnya.

"Dan aku belum pernah merasakan cinta yang seperti ini, cinta aku ke kamu itu berbeda. Bukan cinta yang biasa saja, bahkan jika rasa cintaku bisa dihitung mungkin cuma keputusasaan yang kamu dapat. Karena cintaku tidak terbatas jumlahnya," Gana terdiam sebentar menunggu respon dariku.

Aku tak menjawabnya, aku langsung memeluknya. Aku tak pernah membayangkan ada orang yang mencintaiku seperti ini. Aku sangat bersyukur karena Tuhan mempertemukanku dengan Gana. Aku bahagia memilikinya, dan semoga saja selamanya seperti itu.

"Terima kasih, Gana."

"Untuk apa?"

"Terima kasih untuk cinta kamu. Aku tidak pernah membayangkan ada yang mencintaiku seperti ini."

"Sama-sama, Alea."

"Cintai aku sampai kamu benar-benar lelah," ucapku sambil melepas pelukanku.

"Maaf, Al. Aku tidak bisa."

"Kenapa tidak?"

Gana menarik nafas sejenak. Ia menggenggam tanganku.

"Aku tidak akan pernah lelah mencintai kamu, Aleasha Senja."

☜☆☞

Fatamorgana | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang