Antara Kehidupan dan Kematian

18K 1.2K 4
                                    

Keadaan Gana semakin memburuk, ia tak kunjung sadar di UKS sekolah tadi pagi. Dan pada akhirnya, pihak sekolah merujuk Gana ke rumah sakit pusat.

Aku berada di ruang tunggu bersama orang tua Gana, menunggu dokter keluar dari ruang ICU. Aku tengah dihadang cemasku, aku terlalu khawatir melihat kondisi Gana. Otakku tak mampu berpikir jernih.

Ingin sekali aku menanyakan apa sebenarnya yang terjadi pada Gana, namun hatiku menolak. Aku tak ingin mendapat tamparan untuk kali kedua karena menanyakan hal serupa.

Mataku tak henti-hentinya menatap jam dinding. Waktu menunjukkan pukul 19.00. Sudah satu jam lamanya dokter berada di dalam, namun tak kunjung selesai. Seburuk itukah kondisi Gana sehingga ia harus dirawat secara intensif?

Kalau aku boleh jujur, ingin sekali aku menangis. Namun aku tak ingin membuat orang tua Gana makin bersusah hati. Jadi, aku mencoba menguasai diriku sendiri agar tidak menangis.

Sepuluh menit kemudian, dokter keluar dari ruangan. Aku dan orang tua Gana sontak berdiri dan menghampirinya lalu menanyakan kondisi Gana.

"Dokter, bagaimana kondisi anak saya?" tanya Tante Ranti tak sabar.

"Ibu Ranti, Fatamorgana tengah menjalani masa komanya."

Ucapan dokter barusan membuatku terdiam dan tak kuasa menahan air mata. Tante Ranti menangis histeris. Tak lama setelah itu Tante Ranti kehilangan kesadarannya. Om Wijaya -Papa Gana- menyuruhku untuk tetap berada di sini sementara beliau akan menjaga Tante Ranti hingga tersadar.

Aku mengangguk menyetujui perintah Om Wijaya. Tak berselang lama, suster keluar dari ruang ICU. Aku meminta izin untuk menjenguk Gana, ia mengizinkanku.

Aku bergegas masuk, lalu mendekati Gana yang terbaring lemah di brankar. Di tubuhnya terpasang bermacam-macam alat penopang kehidupannya. Untuk bernapaspun ia dibantu dengan alat pernapasan. Sungguh, aku tak pernah sanggup melihatnya seperti sekarang ini.

Aku mendekat, tanganku menggenggam tangan kanan Gana yang terpasang infus. Air mataku mengalir deras, bibirku terlalu kelu untuk mengucapkan sepatah kata.

Kepalaku sibuk memikirkan apa yang terjadi kepada Gana. Mengapa ia tak pernah bercerita tentang penyakitnya? Mengapa ia terlalu tertutup tentang hal seperti ini? Mengapa? Mengapa keluarganya juga sama sepertinya, seolah-olah aku bukan siapa-siapa yang pantas mengetahui rahasianya?

Aku mengusap air mataku lalu aku tersenyum, aku tak boleh terlihat lemah di hadapan Gana, "Sayang, kamu harus kuat. Kamu pernah bilang kamu tidak akan kemana-mana. Buktikan padaku."

☜☆☞

Fatamorgana | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang