Sayang

22.2K 1.5K 3
                                    

"Selamat pagi, Buntan dan Omyah. Selamat pagi, cantik," ucapnya sembari berjalan menuju teras rumahku. Papa dan mama tersenyum melihat Gana. Mereka pernah menanyakan mengapa Gana hampir tak pernah bertamu ke rumah lagi. Aku berbohong, aku menjawab bahwa Gana sedang sibuk. Berbohong memang tidaklah baik, tetapi aku harus melakukannya karena aku tak ingin membuat orang tuaku sedih.

Kami bertiga tersenyum melihat tingkah lucunya pagi ini, aku tak ingin memungkiri bahwa ia sangat tampan dengan senyum merekahnya.

Ya, semenjak kejadian di rooftop sekolah beberapa hari lalu, ia kembali seperti Fatamorgana yang dahulu. Aku sangat bahagia, ia sepenuhnya telah berubah. Kita pernah asing, saling berpaling tanpa tahu perasaan masing-masing. Namun, ia kembali lagi, mengisi hatiku yang sempat tak berpenghuni.

"Eh, jagoan datang. Apa kabar kamu, Gana? Sudah lama tidak bertamu, kamu tidak rindu Tante, ya?" tanya Mama sambil memanyunkan bibirnya.

"Baik, Buntan. Maaf, selama ini Gana sibuk," jawabnya sambil mencium punggung tangan kedua orang tuaku. Aku tersenyum tipis, secara tak sengaja otakku memutar kembali saat-saat Gana menjauhiku.

"Al, yuk kita berangkat. Lima belas menit lagi bel akan berbunyi," ajaknya.

Aku terjaga dari alam bawah sadarku. Aku mengangguk, lalu mengucap salam kepada orang tuaku. Setelah itu, aku dan Gana berangkat sekolah menaiki mobil hitamnya.

Selama perjalanan, tak henti-hentinya aku memandangi wajahnya. Aku merindukannya, sangat. Ingin rasanya aku berlama-lama dengan keadaan seperti ini, namun aku merasa canggung. Berbulan-bulan lamanya aku tak memperhatikan wajahnya, lagi. Aku suka melihatnya fokus menyetir. Sangat lucu. Ingin rasanya aku menggigitnya.

Mobil yang kami tumpangi telah memasuki pelataran sekolah. Jarak rumah kami dan sekolah tidaklah teramat jauh. Gana turun terlebih dahulu lalu disusul olehku. Baiklah, kurasa sebentar lagi seantero sekolah akan membicarakanku dengan Gana.

Kami berdua melangkah berdampingan menuju kelas. Tatapan bingung dilayangkan kepadaku. Aku tahu apa yang tengah berkecamuk dalam pikiran mereka, tetapi biarlah, toh mereka tidak akan mengerti kisah yang sebenarnya.

Sampailah kami di kelas. Suara ricuh teman-teman menyambut kami.

"Waduh, balikan lagi rupanya."

"Pajak balikan, woy."

"Alamak, potek lagi hati aing."

"Welah, makin cantik aja tuh Alea."

"Abang Gana, nikah hiyu."

Aku hanya tersenyum menanggapi mereka, begitupun dengan Gana. Ia menatapku, ajaibnya detak itu masih sama, tidak pernah berubah.

"Silakan," ucap Gana sambil menarik kursi di bangkuku.

Aku mengangguk. Tak henti-hentinya aku tersenyum mendapat perlakuan seperti ini darinya. Semoga saja ia tak akan menjauh lagi.

"Terima kasih."

"Sama-sama, sayang."

☜☆☞

Fatamorgana | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang