Nyaris

15.1K 1K 33
                                    

Matahari perlahan menampakkan diri di ufuk timur. Aku terjaga dari tidurku yang tak terlampau lama, hanya satu setengah jam saja. Semalam, aku tak dapat tidur nyenyak karena memikirkan pernyataan Gana lagi. Namun pada akhirnya, aku berhasil melupakan hal tersebut dan akhirnya tertidur.

Aku memeluk tubuhku sendiri. Hawa di hutan sangatlah sejuk, kabut menyelimuti pagi ini. Belum banyak siswa yang melakukan aktivitas karena kegiatan akan dimulai pukul 07.00 sementara sekarang masih satu setengah jam sebelum itu. Aku melangkahkan kaki menuju tepi sungai dan menyendiri disana. Sepi sekali, tak ada siapapun terkecuali aku.

Aku merogoh sakuku dan mengambil handphone. Aku membuka galeri, terpampang dengan jelas fotoku dan Gana disana. Aku melihatnya satu-persatu dan tersenyum tanpa sadar. Tak lama kemudian, seseorang menyampirkan jaket berwarna biru pastel kombinasi hitamnya di bahuku. Aku menoleh menatap seseorang tersebut.

"Sedang apa kamu disini, Al?"

Aku menatap matanya sebentar, kemudian kembali menatap layar handphoneku lalu mematikannya karena aku tak ingin Gana mengetahuinya.

"Tidak ada."

Ia memposisikan dirinya untuk duduk di dekatku. Aku merasa sangat canggung.

"Al," panggilnya.

Aku menatapnya lalu mengangkat sebelah alisku, "Ya?"

"Apakah kamu baik-baik saja?"

Aku mengalihkan pandanganku darinya dan terkekeh pelan, "Apakah menderita pantas disebut baik-baik saja?"

"Maaf."

"Gana, aku merasa beruntung memiliki kamu. Kata orang, cintai orang lain dari kekurangannya terlebih dahulu, kemudian jadikan kelebihannya sebagai bonus. Semua itu benar adanya. Kekuranganmu adalah kamu tak sanggup bertahan pada satu hati dan harus kamu tahu, aku mencintai kekuranganmu. Lalu, sebagai bonusnya, kelebihanmu adalah sanggup membagi hati. Katakan padaku, kata apa yang sanggup mewakili keberuntunganku?"

Gana terdiam dan mulai meresapi ucapanku. Aku tak bersuara lagi karena aku yakin, aku akan menyinggung perasaannya.

"Al."

"Tidak bisakah kamu memberiku kepastian? Maksudku, siapakah yang kamu pilih antara aku dan Thea?" tanyaku.

"Aku tidak bisa, aku mencintai kalian berdua sama rata."

Aku menatapnya lagi, kemudian tertawa, "Sama rata katamu?"

"Tidak ada yang dapat dikatakan sama rata karena pada dasarnya manusia tidak dapat berperilaku adil saat membagi hati," tambahku ketika tawaku mulai mereda.

Aku terdiam sejenak, lalu berkata lagi, "Gana, aku bukan Tuhan Yang Maha Tahu perasaan manusia, tetapi aku dapat merasakan kepada siapa kamu berpihak. Sekalipun Thea adalah orang baru dalam hidupmu, aku yakin kamu lebih mencintainya daripada aku,"

"Ya, sekalipun tanpa kamu tahu, ia tengah mempermainkan hati kita," lanjutku dalam hati.

Gana menggenggam tanganku. Aku terkesiap karena ada perasaan aneh bertepatan ketika ia menatap mataku dalam.

Gana akan berucap, namun urung karena seseorang memanggil nama kami.

"Gana, Alea, apa yang sedang kalian bicarakan? Mengapa mengikutsertakan aku?"

Kami menoleh dan mendapati Thea berdiri dibelakang kami.

"Aku mencari kamu, Gana. Ternyata kamu sedang sibuk dengan tunanganmu itu," ucap Thea sembari menatapku sinis.

Aku dan Gana saling bertatapan. Aku melihat tatapan sendunya, aku mengerti arti tatapan itu. Aku mengangguk dan tersenyum. Jantungku berdegup kencang, aku tak tahu pasti perasaan apakah yang tengah kurasakan saat ini. Tiba-tiba aku merasa takut kehilangan.

Gana bangkit, kemudian melangkahkan kakinya menuju Thea. Ia menggenggam tangan Thea dan mereka berlalu dari hadapanku.

"Untukmu aku berpura-pura menjadi kuat ketika aku terluka. Lihatlah, aku bahkan hampir menyerah dan kamu belum paham keadaanku."

☜☆☞

Fatamorgana | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang