Sedu Sedan

16.1K 1K 19
                                    

Hari ini, sehari sebelum keputusanku pindah ke luar negeri, aku menemui Gana. Aku akan meminta maaf padanya. Demi Tuhan, aku tak sanggup apabila ia menjauhiku seperti ini. Ia belum mengetahui kisah yang sebenarnya, aku yakin, Thea telah mempengaruhi Gana.

Aku memberanikan diri menuju ruang rawat Thea tanpa menggunakan kursi roda, pun tanpa sepengetahuan Aldo. Ia tengah tertidur. Mungkin karena semalaman ia menungguku hingga terjaga.

Aku berjalan tertatih, sesekali memegang punggungku yang masih terasa nyeri. Dampak Gana mendorongku hingga menabrak pohon itu berakibat buruk. Aku tak dapat berdiri lama dan berjalanpun terkadang sulit. Dokter berkata, hal ini mungkin akan berlangsung lama. Aku sempat terkejut, namun pada akhirnya aku hanya menerima.

Aku telah sampai di depan pintu Ruang Kamboja, ruang rawat Thea. Aku melangkahkan kakiku masuk. Segenggam harapan dan niat baik menuntunku mendekati mereka.

"Gana, boleh aku bicara sebentar?" tanyaku.

Retina mata itu menatapku terkejut dan tersirat tatapan tak menyukai kehadiranku. Aku tersenyum mencoba membujuknya. Ia bangkit kemudian menatap Thea yang duduk di ranjang. Gana mengecup singkat pipi Thea membuatku terpaksa memejamkan mata dan menahan sesak. Dahulu, aku berada di posisi itu. Namun hari ini, aku mencoba menyentuh hati Gana saja sepertinya mustahil.

Setelah mengucapkan sesuatu kepada Thea, ia menarikku keluar dan menjauh dari ruangan tersebut.

"Pelan Gana, punggungku sakit," ucapku sembari merintih.

Ia mengacuhkanku dan tetap menarikku kasar. Ia menghentikan langkahnya dan melepas tanganku ketika kami berada di sebuah lorong sepi.

"Lo belum pergi juga?" tanyanya sinis.

"Gana, a-aku meminta maaf. Aku mohon, jangan bersikap seperti ini. Aku-"

"Apa? Apa lagi? Lo udah cukup menyakiti orang yang gue cintai dan semudah itu lo meminta maaf?" nadanya mulai meninggi.

"Aku tidak mempunyai niatan untuk membunuhnya, Gana. Percayalah."

"Cih! Pembohong manapun tidak akan pernah mengakui kebohongannya. Harusnya lo dipenjara, tetapi Thea melarang gue dan dia memilih memaafkan lo. Dia baik sama lo dan lo malah berniat menghilangkan nyawa orang sebaik dia? Busuk lo," ucapnya dengan emosi.

"Kemana cinta kamu dulu? Hari ini sepertinya cinta itu bahkan akan lenyap. Kamu tanamkan rasa benci di hati kamu untuk aku. Aku tidak sengaja melakukan kesalahan, tetapi kenapa balasan kamu sekejam ini?"

"Gue ralat ucapan lo. Cinta itu udah lenyap sepenuhnya. Dan ya, gue benci sama lo. Camkan itu!"

Aku tertegun kemudian menatapnya tajam. Aku tak percaya secepat itu dia berubah. Tolong kalian katakan padaku bahwa semua ini hanya delusiku.

Aku tak mengucap kata-kata lagi. Lidahku kelu untuk berbicara. Lagi-lagi, air mata itu berlomba membasahi pipiku.

"Lo pergi dari hadapan gue. Jangan pernah menampakkan diri lagi. Gue benci lo. Jangan ganggu gue dan Thea, jangan ganggu kebahagiaan gue lagi. Lo paham kan apa yang barusan gue bilang?" tanyanya sambil menunjukku.

"Baik kalau itu mau kamu, aku akan pergi. Jauh sampai tidak akan pernah kamu gapai. Kamu bukan bumiku dan aku bukan bintangmu lagi. Kita tidak diciptakan untuk saling melengkapi. Terimakasih karena telah melanggar janjimu."

"Apapun keadaannya kamu terus bersamaku, tidak akan pernah pergi dari hidupku. Kamu mau berjanji untuk itu?"

"I promise you."

Aku menatap matanya dan kemudian pergi meninggalkannya. Aku telah memantapkan hati untuk menjauhinya. Aku telah menitipkan separuh hatiku untuknya tanpa ia tahu. Dan sekarang, aku akan pergi tanpa hati yang utuh seperti dulu.

"Fatamorgana, kurang apa aku selama ini? Bahkan dengan senang hati aku memberikan hatiku untukmu dan balasanmu begini?"

☜☆☞

Fatamorgana | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang