Bokuto Demam

691 104 9
                                    

Aku mengerjap beberapa kali.

Suara berisik dari bunyi alarm membangunkanku lebih dulu dibanding Bokuto. Dengan mata yang dikuat-kuatkan, aku bangun dari tidurku dan bergegas mematikan keberisikan di pagi yang hening itu.

Sekilas menatap wajah bokuto yang masih tertidur adalah momen langka yang kamu temukan di pagi hari. Karena biarpun tampak manja, ia juga sangat mendominasi urusan dapur. Bokuto memang mendominasi di setiap apa pun yang ia lakukan.

Tapi kenapa raut wajahnya seperti itu ya? Memang kalau tidur harus seperti menahan boker macam itu ekspresinya? Dan lagi kenapa ia berkeringat?

Karena penasaran aku segera mendekat ke arahnya, ada perasaan khawatir tiba-tiba berkecamuk dalam hati. Dengan takut-takut kujulurkan tanganku untuk meraihnya dan setelah itu menempelkan punggung tangan tepat diatas dahi.

"Waduh!" seketika itu juga aku jauhkan tanganku dari dahinya.

Panas.

Oh tidak, berapa suhu tubuhnya? Kenapa tubuh Bokuto bisa sepanas ini?

Secepat kilat aku berlari ke kotak peralatan obat dan mengambil termometer, sejujurnya aku nggak pernah pakai jadi kurang begitu paham bagaimana cara menggunakannya, tapi setelah coba sana-sini akhirnya kupasangkan saja di mulut Bokuto.

Tunggu beberapa saat.

Ting.

Alat itu menunjukkan dua digit angka pada indikator suhu, dan aku sangat terkejut melihat informasi dari angka yang tertera di sana.

40 derajat celcius.

Aku kembali mengulangi gerakan ku beberapa saat tadi, berlari dengan cepat, tapi kali ini kearah dapur untuk mengambil wadah dan mengisinya dengan air es dari kulkas, lalu berlari lagi mencari handuk kecil di lemari. Setelah semuanya terkumpul, kembali lagi ketempat tidur, ke tempat di mana di sana ada Bokuto.

Pelan-pelan aku mencelupkan handuk kecil itu ke dalam wadah air dingin dan memerasnya, setelah itu menaruhnya di atas kepala Bokuto. Kegiatan itu kuulang beberapa kali. Setelah kelima kalinya, aku mengelus pucuk kepala pemuda ini, sudah lumayan tidak panas.

"Bisa sakit juga, lu." Bisikku padanya yang tidak bisa menjawab. Aku memainkan dahi lebarnya, mengelus-elus sepuasnya.

Sambil menggenggam tangannya pelan aku berkata, "Bobo-chan kamu apa saja sih bisa sampai demam sebegininya?" umpatku padanya yang tertidur di hadapanku.

Mataku dengan cepat menoleh ke arah jam dinding yang memperlihatkan pukul delapan tiga puluh, setengah jam lagi aku harus berangkat bekerja dan Bokuto harus latihan satu jam kemudian. "Duh bagaimana ini."

Aku lari kearah pintu, meninggalkan Bokuto dengan kompres dikepala.

.

.

.


"Na-chan?"

Kuroo membuka pintu apartemennya dan sepertinya terkejut menemukanku di pagi hari yang sibuk dengan masih hanya menggunakan baju tidur.

"Benar, kau Kuroo. Kupikir kau belum pindah."

"Aku sudah pindah dari dua hari yang lalu."

"Kenapa nggak bilang-bilang?"

"Kan kemarin sudah bilang."

Aku mengganguk ingat, "Oh iya, lupa aku. Kau sudah bilang."

"kau mau masuk?"

DREAM (Haikyuu-Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang