Potato is Kentang

379 74 10
                                    

Aku mengerjap-ngerjap.

Dengan susah payah, aku mengangkat wajahku yang sebelumnya terpaku ditangan. Menajamkan penglihatan, dan mencoba membuka memori yang terjadi beberapa saat kebelakang.

Tadi mengunjungi rumah Akaashi, pulang, lalu ketiduran—eh sebentar, sekarang jam berapa? Baru jam sepuluh malam—selama kurang lebih empat jam. Ya aku ketiduran empat jam. Rasanya kurang cocok deh ya kalau disebut ketiduran. Itu mah memang kebo aja sih.

Sudah jam sepuluh dan Bokuto belum pulang. Bagus sekali.

Bagus.

Kemana dia dengan si jalang Sakura Sakura itu? Main? Sampai selama ini?

Setelah terbangun dari tidur tanpa sengajaku, aku melihat diriku sendiri; ah iya, masih berpakaian lengkap seperti ketika saat keluar rumah sore tadi.

Lalu bayangan Kentang dan Konoha langsung bermain lagi dikepala, aku masih ingat kalau kami mengambil janji besok pagi untuk bertemu. Tapi membayangkan hari besok tentu saja terlalu lama, dan minatku untuk kembali tidur sudah menguap ketika sadar Bokuto belum berada disini saat pukul sepuluh.

Itu, kan. Kalau ingat aku jadi ingin marah.

Setelah bergelut sebentar dengan rasa ingin tahu yang tidak bisa ditahan, kuputuskan untuk pergi saja menemuinya. Kalau harus menunggu sampai pagi besok, aku tidak mungkin sanggup. Setelahnya, aku bergegas.

***

“Astaga!”

Kalau itu bukan aku, pasti seseorang itu akan mati berdiri saking kagetnya. Kalian tahu? Tepat saat aku hendak mengunci pintu, Bokuto Koutaro sedang berdiri disana; ia baru saja pulang, tapi sialnya aku malah akan pergi.

“Na-chan mau kemana?”

“Kamu yang habis darimana?”

Ia menggaruk kepalanya yang sebenarnya ku yakin betul tidak gatal, “Main.” Ia lalu perlahan nyengir ketika aku tidak juga mengenyahkan wajah galakku. “Hehehe.” Tawa yang ia buat dipaksakan sekali.

“Sama siapa?”

“Teman-teman satu timku. Begitulah.”

Aku menghadiahinya pertanyaan-pertanyaan sederhana yang secara normal mestinya ia selalu bisa menjawab tanpa pikir panjang, “Sampai jam segini?”

“Tadi kami ke banyak tempat, kok.”  Bokuto mencoba tersenyum lima jari kepadaku, tapi kuabaikan saja. Bodo. Amat.

“Kamu yakin tidak sedikitpun cerita yang kamu jadikan alasan ini adalah kebohongan yang kamu karang sendiri, Bo-chan?”

“Tidak.” Iya. Dia menggeleng sambil tersenyum. Matek aja udah gua, anjeeer. Manis bener.

Tidak kujawab tapi kuperhatikan saja ia dari atas sampai bawah. Tepat ketika pandangan mata kami bertemu, Bokuto angkat suara.

“Aku tadi kirim line kok ke Na-chan, belum dibaca ya?”

“Nggak sempat.”

“Na-chan marah?”

“Nggak.”

“Terus kenapa Na-chan ada diluar?”

Aku menghela napas, sepertinya suamiku yang kelihatannya tidak berguna ini harus kuberi tahu saja, “Aku mau ke rumah Konoha.”

“Eh, buat apa kesana?”

“Kalau kangen sama sahabat memang nggak boleh kesana?” aku ketus.

DREAM (Haikyuu-Fanfiction)Where stories live. Discover now