Menjeput Pulang

493 84 12
                                    

"Kenapa bisa-bisanya kita punya tiket Blackpink?"

Bokuto tampak terkejut menemukanku di depan gymnasium tempat timnya latihan, smentara dia tadi bilang akan pulang sedikit terlambat karena menu latihan bertambah menjelang turnamen.

"Na-chan kenapa ada disini? Kok nggak langsung pulang sih, aduh kan dingin!" ia segera mengelus-elus kedua pipiku dengan kuat, "Itu kan dingin!"

"Aku nggak akan mati cuma karena suhu segini, Bobo-chan!" aku menggelembungkan wajahku sebal.

Ia tertawa lebar, "Yaampun jadi ini tooh rasanya di jemput pulang."

"Memang Bobo-chan nggak pernah aku jemput pulang?" aku membulatkan mata dan ikut berjalan beriringan dengannya yang sudah merangkulku dalam dekapannya.

Ia berpikir sebentar, "Kalau yang didepan gerbang baru kali ini, biasanya didepan stasiun atau di depan gerbang apartemen!"

Yeeee mas, kalau depan apartemen mah bukan nungguin namanya.

Aku mengingat bagaimana tadi aku langsung pulang setelah selesai menyelesaikan sisa pekerjaan dengan obrolan di telpon yang masih terngiang-ngiang, dan langkah kakiku membawaku tepat kepadanya, "Kalau begitu, mulai sekarang aku akan rajin menjemputmu."

"Eh, nggak usah. Capek nanti."

"Nggak apa-apa."

Bokuto sekali lagi mengacak rambutku, "Lucu banget sih, sekarang sudah nggak bisa diajak berantem lagi karena na-chan makin manis sikapnya!"

"Ih, apaan sih manis dari mananya," Aku mengelak kalimat pujian yang terasa menjijikan itu, "Eh, Kuroo nggak bareng kita saja pulangnya?"

Bokuto mengangkat bahu, "Kayaknya dia ada kemajuan, mau main sama cewek."

Aku ber-ooh ria, lalu ingat sesuatu alasan kenapa aku buru-buru ingin segera menemui manusia yang kesebut suami ini, "Bobo-chan, bagaimana ceritanya kita bisa punya tiket konser Blackpink??"

"Ya karena Blackpink mau konser disini, terus mereka jual tiket, kita beli, yang murah."

"Padahal aku sukanya Red Velvet."

"Eh Na-chan mau cake Red Velvet?"

"Bukaaaaan!"

"Lha terus?"

Aku cemberut, "Red velvet itu nama girl grup, Bobo-chan."

"Kayak Blackpink?"

"Ya, kayak mereka."

Bokuto mengangguk-angguk, "Aku tahu Korea-koreaan begitu kan dari Na-chan."

Kami berada di depan stasiun, aku menggengam tangannya erat, "Nanti dulu saja naiknya."

"Kenapa?"

"Ramai."

"Kenapa kalau ramai?"

"Nggak suka."

Ia tertawa, "Takut kegencet ya?"

"Kok tahu?"

"Tenang, ada aku."

.

.

.

Malamnya setelah aku dan Bokuto selesai mencuci piring bekas makan malam, aku berencana untuk mengajarinya beberapa koreografi atau minimal lagu yang akan dibawakan ketika nanti konser, "Minimal Bobo-chan hafal lagu pas bagian reffnya saja biar nanti kalau nyanyi bareng nggak diem saja."

"Bombayah yaya bombayah yaya bombayahyahyah~" Tanpa disangka Bokuto bisa menyanyikan lagunya meskipun hanya sebatas itu saja.

Aku berinisiatif melanjutkan, "Bombomboba boombomboba oppa!"

Lalu tanpa sadar aku dan Bokuto saling membuat lingkaran lalu berlari memutar, sebenarnya mau coverdance cuma jadinya malah kayak topeng monyet.

"Nasi-nasinya nggak turun lagi kita joged-joged begini." Protes bokuto.

"Nggak apa-apa!" aku melingkarkan kedua tanganku di lehernya sambil berjinjit, "Jadi nggak sabar nonton konser sama pacar!"

"Pacar?" Ulang bokuto seakan memintaku untuk mengoreksinya.

"Pacar, sekaligus patner berumah tangga!" aku tersenyum lebar didepan wajahnya.

"Pacar terdengar lebih romantis ya?" tebak cowok yang sedang dalam pelukannku ini.

"Enggak," aku menggeleng, "Suami terdengar telalu sempit malah."

Bokuto menyerngitkan alisnya bingung dengan perumpamaanku yang apa maksudnya.

"Bobo-chan itu bukan sekedar suami," Aku menambahkan, "Bokuto Kotarou itu... segalannya."

Ia mencium tangannku yag ada di lehernya, "Pinter buat aku seneng ini sekarang ngomongnya!"

Aku tertawa, lalu mendekatkan pada telinganya dan membisikkannya sesuatu, " Terima kasih ya."

Bokuto balas menjawabku dengan suara rendah yang seduktif, "Untuk tiketnya?"

"Bukan," membatahnya secepatmungkin, lalu kubisikan sesuatu lahi padanya, "untuk semuanya—untuk segalanya."

Ia mendekatkan wajahnya lagi sampai hidung kami saling bersentuhan, "Boleh kucium?"

Aku tertawa, "Boleh."

Kadangkala, meski ini 'hanya' mimpi, perasaan takut terus saja menghantui seperti virus. Karena yakin betul bahwa semua kebahagiaan ini akan direnggut secara paksa ketika kelak aku bangn nanti,

Aku harus baik-baik saja.

Tapi bolehkan meminta waktu sedikit lebih banyak?

***

DREAM (Haikyuu-Fanfiction)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें