Siapa yang 'Siapa'?

381 63 3
                                    

“Riri itu siapa?”

Kalimat tanya sederhana itu mampu membuat udara disekitaranku mendingin lebih daripada tiupan angin kencang yang berhembus seperti sekarang. Proporsi dan isi perkatanya tidak bisa secara langsung direspon kepala. Karena aku yang tolol atau ada yang rusak dari kalimat Konoha, entah yang mana yang benar.

“Ya Riri! Riri--” aku ingin melanjutkan dengan nama lengkap gadis yang kukenal di twitter, tapi nihil. Suara itu menggantung begitu saja. Aku tidak ingat nama orang yang kusebut ‘sahabat’ itu, “Riri istrimu!”

“HAAAH?!”

Ketiga manusia voli yang berada didepanku ini langsung mengeluarkan espresi kaget dengan mulut ternganga—apalagi Bokuto, saking lebarnya, aku khawatir rahangnya copot lalu jatuh ke jalanan aspal.

“Istri? Yang benar saja, Na. Konoha ini selain berbakat nggak ngapa-apain, dia juga punya titisan jomblo akut! Jadi nggak mungkin deh.” Kuroo buru-buru menyanggah, ia mendengar kalimatku seakan itu adalah rumus matematika paling asing yang ia dengar, mungkin perpaduan matrix, aljabar, dan rumus luas keliling yang di gunakan pada soal peluang, alias, APAAN BANGET SIH LU BANGSAT.

Konoha mengetuk-ketuk bahu Kuroo, “Maaf-maaf nih, yang barusan belain apa mau ngejatuhin nih, Roo?"

Kuroo nyengir kuda.

Bokuto mendekat kearahku dua langkah, "Maksud Na-chan istri, gimana? Istri 2D gitu? Tapi Konoha bukan wibu."

Oke, ucapan Bokuto barusan sukses membuat Konoha berkacak pinggang, ingin bilang iya kalau dia punya Waifu, tapi kok ya jadi malu. Huhu. "MA-Maksudmu gimana nih?"

"Lho, memang benar, kan?" Dengan wajah tanpa dosa Bokuto berbalik pada Konoha. Aku sudah pernah bilang belum sih kalau Bokuto itu seperti punya masalah dalam membaca situasi?

"Istrinya Konoha loh, yang kemarin Bo-chan bilang mereka masih pengantin baru!" Aku berseru, tidak suka bercandaan seperti ini. Seriusan.

Kuroo menatap Bokuto, lalu ganti melihat kearah Konoha. Konoha pun bertukar pandang dengan kedua temannya. Bokuto mengedipkan matanya beberapa kali. Kami berempat sama-sama sedang merespon informasi tidak masuk akal.

Detik-detik paling sialan.

"Na-chan," Bokuto menatapku dengan tampang paling polos sedunia, "kapan aku ngomong begitu?"

Aku membeku.

Kuroo menimpali, "Kalau Bokuto benar ngomong begitu, itu mah cuma mau ngatain Konoha aja sih, Na." Yang sukses mendapatkan pukulan dari Konoha setelah kalimat itu selesai.

"Yang subuh tadi! Yang Bokuto bangun, karena aku ngetik!"

Aku tidak tau kenapa harus menjadi panik. Tapi mempunyai ingatan yang tidak dipunyai orang yang melakukannya bersama, bukankah itu membuat merinding? Aku tahu Bokuto hanya mengalami disorientasi memori. Pasti. Ia hanya lupa, kan? Iya, kan?

"Tadi subuh kita hanya membahas mimpiku, lalu membicarakan Akaashi. Kan? Kita nggak ada ngomongin Konoha, ataupun istrinya ataupun pengantin baru apalah apalah itu."

Suara Bokuto lurus, aku berharap menemukan kebohongan ataupun gestur bercanda. Tapi tidak. Meski sulit mengakuinya--Bokuto mengatakan hal yang jujur.

Ada sesuatu menyakitkan yang mengetuk-ngetuk dadaku dari dalam. Seperti patah hati tapi tentu bukan. Lebih mirip rasa sakit kehilangan. Atau bisa hampir sama ketika mengetahui kamu remedial matematika sendirian semetara teman sekelasmu tidak ada yang mengulang kelas.

Seperti itu.

Kami saling bertatapan dan Bokuto tersenyum seraya menggeleng perlahan. Seperti sebuah penolakan dari kenyataan.

DREAM (Haikyuu-Fanfiction)Where stories live. Discover now