Cinta Pertama

709 108 26
                                    

"Tadaaaaaa!"

Dengan bangga Bokuto menunjukkan hasil potongan rambutnya yang malah menurutku tidak ada bedanya, ia masih tetap tampan. Tetap.

"Jadi kita makan apa ini, Roo?" aku tidak menggubris Bokuto yang sedang kebanyakan gaya, iyaudah sih begitu kalau tahu diri ganteng itu mbok ya nggak usah pamer-pamer, punya mata aku itu.

"Daging saja, bagaimana?"

"NIKU NIKU NIKU~ ONIKU NIKU NIKU~ AWASETE NIKU NIKU~ ONIKU BANZAI~ GENKI BYAKUMAI~ YO—HO! HALELUYAH HALELUYAH~ ONIKU KAMISAMA~  ONIKU KAMISAMA~!!!!!!!!"

"Lho Na-chan kok jadi kayak anak karasuno jaman SMA sih?"

"Lha memang dulu Karasuno begitu?"

Bokuto dan Kuroo mengangguk serempak, ceperti kader partai saat menyatakan janji-janjinya.

Kuroo melirik Bokuto tentang pendapatnya, "Daging aja nih?"

"Apapun yang bisa dimakan aku mau dan suka!" perkataan Bokuto itu langsung anku amini.

Sebagai yang punya hajat (dan duitnya) Kuroo mengangguk bijak karena hanya dua kali anggukan, persis papa-papa yang kalau memberi nasihat bijak pada anak muda. Aku langsung semangat dan mengamit Kuroo dan Bokuto di kedua sisi, kami berjalan menembusk kota yan sedang ditiupkan angin musim dingin yang terasa seperti kehilangan,

apa maksudnya?

.

.

.

Tempat makan itu tidak terlalu mewah, dinding kayunya berwarna kecoklatan dan kami memilih duduk di sebuah meja untuk empat orang di deretan belakang yang menghadap jendela. Kompor berada tepat di tengah meja untuk digunakan memanggang. Kuroo langsung memesan satu porsi lengkap yakiniku. Aku dengan segala rasa tamak karena di teraktir, ikut memesan ramen. Dan pelayan sudah hilang dibalik pintu, memproses pesanan Kuroo.

"Kau yakin, Na? Pesan ramen lagi? Ukuran jumbo pula?" Kuroo menatapku tidak percaya, seakan aku baru saja memesan sesuatu yang mustahil. Seperti meminta serpihan debu jupiter di pesananku.

Aku mengangguk mantap, "Aku kan memang pemakan segala. Kau kenal aku sudah berapa lama, sih?"

"Ya, aku tahu." Ia menggaruk tengkuknya, "Tapi siapa yang bakal ngabisin kalau nanti kau nggak habis makannya?"

"Maaf," Bokuto menunjuk tangannya seperti murid yang ingin bertanya pada gurunya, "Apa kau melupakan aku, Kuroo? Tentu saja ia akan memakannya bersamaku."

Aku memberikan kedua jempolku pada Bokuto dan ia juga memberikan jempolnya padaku, setelahnya mengacak-acak rambutku sekuat tenaga sampai buat pusing.

"Dasar pasangan rakus." Dengus Kuroo keras, sengaja supaya kedengaran pada yang di sindir. Tapi percuma, keduanya muka tembok. Nggak ngerti malu. Apa itu malu?

Sesaat kemudian meja kami menghening. Yang tersisa hanya suara riuh rendah pengunjung lain di lain meja. Kami tidak bersuara sama sekali. Sibuk dengan beberapa hal dan masa lalu (?) yang menghinggapi kepala.

Aku memecah keheningan itu, lama-lama dalam keheningan saat kamu bersama-sama dengan orang lain itu tidak enak, percayalah padaku, "Kuroo aku penasaran soal ini, boleh tanya nggak?"

"Tanya apa?" ia yang sedang bertopang dagu dengan menutup separuh mulutnya, mempersilakan dirinya dihujani pertanyaan, olehku.

"Memang, kau itu beneran nggak punya pacar?"

"Kau itu temenku bukan sih?" ia tertawa meski kalimatnya berisi intimidasi, "masa kau lupa."

"Dia nggak pernah pacaran semenjak sma." Jawab Bokuto, "Ganteng tapi sayang jomblo akut."

DREAM (Haikyuu-Fanfiction)Where stories live. Discover now