Bab 37 - Kehilangan Pertama

2.5K 212 143
                                    

Kemarin cuma 90-an vote. CEDIH. Ahahaha

Terima kasih buat Kakak2 yang setia membaca apalagi memvote dan paling kece yang selalu komen. 

Semoga Allah membalas kebaikan kk-kk semua

DAPAT 123 Vote dalam 24 jam, UPDATE LAGI Sabtu.

Kalau enggak, ya sampai jumpa Rabu!

Tanpa terasa, tiga bulan berlalu begitu saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa terasa, tiga bulan berlalu begitu saja. Daffa sudah mulai bisa membuka mata dengan bebas, mengacungkan tangan ke udara, juga menanggapi tawa Raya juga Bram yang mengajaknya bercanda. Pertumbuhannya bagus sekali. Raya yang berbahagia mampu memberikan ASI yang melimpah ruah. Bahkan di kulkas pun banyak botol-botol ASIP berjajar.

Rumah yang seperti istana ini tampak lebih kondusif dengan ketiadaan Reza dan Laura. Keduanya benar-benar nyaris tidak pernah berada di rumah. Pun jika ada di Indonesia, kadang malah memilih menginap di hotel entah di mana. Membakar uang yang susah payah Mami dan Bram dapatkan.

Suasana yang begitu tenang membuat Raya sudah bisa dikatakan melupakan Adnan sepenuhnya. Dia yakin kalau pria itu tidak akan berani macam-macam atau Bram akan segera memberinya pelajaran kedua. Lagipula, untuk apa menculik Daffa?

Meski Daffa adalah darah daging Adnan, juga anak pertama laki-lakinya, toh Adnan bisa menikah lagi dan mendapatkan anak laki-laki lain. Itu pun jika ada wanita yang mau menikahinya dengan wajah yang pernah terpampang nyata di portal-portal berita online sebagai pria yang tak mau punya anak pertama perempuan.

Namun, ternyata manusia tidak bisa disudutkan begitu dalam. Karena manusia memiliki insting mengerikan kala terdesak. Adnan kehilangan akal sehatnya dan kini justru dia menjadi buas dan menggila. Tanpa dibatasi rasa takut dan norma.

Sayang, ketenangan Raya tidak bertahan lama ketika Laura dan Reza kembali ke kediaman keluarga Bimantara. Laura masih menyebalkan seperti biasa. Terkadang Raya bahkan ingin menjambak rambut lurus wanita centil itu. Namun, istighfar dan kendali diri yang besar membuatnya terus bertahan.

"Raya, Sabtu ini, kita belanja baju Daffa, yuk!" Bram mengutarakan keinginannya saat makan malam.

"Belanja teruuus.... Giliran kami minta uang buat belanja kebutuhan nggak dikasih." Laura menyambar sinis.

Bram menarik napas dan memejamkan mata sejenak seolah berusaha menahan kekesalan yang membuncah di dadanya.

"Maaf, ya, Mbak. Daffa masih tumbuh berkembang. Baju newborn-nya sudah sempit. Hadiah banyak yang baju setahun. Dia butuh baju sebagai kebutuhan primer!" Bram menekankan kata 'primer' kuat-kuat.

"Hei! Tas juga kebutuhan primer karena termasuk dalam set bersama sandang." Wanita yang kini memakai riasan full itu masih berusaha berargumentasi.

Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang