Bab 47 - Kebencian Laura

1.8K 207 80
                                    

DAPAT 123 Vote dalam 24 jam, UPDATE LAGI Sabtu.

Kalau enggak, ya sampai jumpa Senin!

Tak bisa dipungkiri, Bram sangat kesal sekaligus marah memikirkan ada kemungkinan orang dalam pelakunya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tak bisa dipungkiri, Bram sangat kesal sekaligus marah memikirkan ada kemungkinan orang dalam pelakunya. Apalagi orang itu tahu seluk beluk tentang Daffa, bahkan stroller yang dimiliki?

Kalau pelakunya adalah Fio yang sengaja membeli dua stroller serupa, nyaris tidak mungkin. Pertama, dia tidak punya motif. Kedua, sejak hari pernikahan, dirinya mendengar dari Raya kalau perempuan itu sedang memperbaiki hubungan dengan suaminya dan menetap di kampung halaman suaminya di Swedia bersama anak angkat mereka.

Adnan mungkin mengamuk pada Fio dan memaksa Fio membocorkan di mana dan kapan pernikahan Raya dilakukan. Saat itu, mungkin dia melihat hadiah yang sudah dibelikan Fio. Atau mungkin yang lebih gila lagi, Adnan menguntit Fio hingga Fio pun memilih pergi keluar negeri demi menghindari Adnan.

Kalau itu benar, Adnan memang benar-benar tidak waras!

Akan tetapi, siapa orang yang menjadi duri dalam sekam?

Bram mengusap wajahnya kesal. Tiba-tiba pikirannya tertuju pada satu orang. Dia beristighfar. Jangan sampai!

"Mas kepikiran siapa?"

"Siapa lagi kalau bukan Laura," dengkus Bram kesal.

"Tapi, nggak boleh su'udzon kalau belum ada bukti." Raya merengkuh lengan Bram dan mengajaknya masuk ke dalam.

Masih terlihat Daffa tertidur lelap di keranjang bayi yang disatukan dengan ranjang utama. Hingga jika Daffa menangis, Raya hanya perlu menariknya mendekat dan menyusuinya.

Dengan langkah senyap, keduanya pun memilih keluar kamar agar tidak mengganggu mimpi indah bayi itu.

Keduanya duduk di kursi kayu panjang yang diletakkan di depan kamar. Pandangan mereka lurus melintasi pagar pembatas balkon menuju bagian sayap Selatan rumah. Wilayah Reza dan Laura tinggal.

Belum mereka bicara, tiba-tiba pintu ruangan di seberang sana terbuka. Muncul Laura dan Reza yang tampak kembali bertengkar. Tepatnya, Laura yang mencerocos panjang entah karena apa.

Raya dan Bram pun membatalkan pembicaraan mereka. Bicara di luar pun sengaja mereka lakukan agar tidak ada yang menguping di dekat mereka. Bicara dengan lirih di ruang terbuka lebih aman daripada di dalam kamar, lalu tanpa diketahui, Laura menguping dari balik pintu.

Tiba-tiba pandangan mereka bersirobok.

Sejenak Laura mengerutkan kening sebelum kemudian menyunggingkan senyum penuh arti. Tanpa menunggu aba-aba bahkan sebelum dipersilakan, Laura berjalan dengan kecepatan tinggi menuju tempat Bram dan Raya duduk. Rok mini dan outer sutera halus berwarna keemasan berkibar ke belakang. Reza yang hanya mengenakan berlari piyama tergopoh di belakangnya.

Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaWhere stories live. Discover now