Bab 63 - Tipu Muslihat

1.3K 140 74
                                    

ya Allah, kasih semangat buat update dong! Padahal 10 bab lagi end, tapi kok ya mager banget

ya Allah, kasih semangat buat update dong! Padahal 10 bab lagi end, tapi kok ya mager banget

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

RAYA

Aku merasa bokongku menghantam lantai cukup keras. Napasku tersengal, tapi aku bisa memposisikan diriku agar tidak terguling dan perut buncitku tidak terbentur apa puun.

Aku bahkan masih dalam keterkejutan ketika Mbak Laura berteriak-teriak berulang-ulang. "Tolooong! Toloooong! Raya kepeleset! Tolooooong!"

Dan secepat itu juga, dia membantuku berdiri. Banyak suara derap langkah mendekat. Ada Mami Lena, Mas Reza, dan asisten rumah tangga kami. Aku begitu kaget sampai tidak tahu harus bereaksi seperti apa ketika Mbak Laura terlihat panik dan bahkan meneteskan air mata.

"A-aku baru saja pulang, ketika melihat Raya bangun dari kursi dan tiba-tiba jatuh terduduk," isaknya. "Rez, ayo bawa Raya ke rumah sakit. Aku nggak tega kalau terjadi apa-apa sama janinnya."

Ya, Allah! Wajahnya terlihat begitu memelas. Amat sangat terlihat meyakinkan. Mbak Laura benar-benar seolah mengkhawatirkan diriku yang terjatuh, padahal semua ini adalah ulahnya sendiri. Ah, aku lupa. Dia dulu sempat bermain film selain sebagai seorang model gravure. Tentu saja urusan akting, dia nomor satu!

"Raya, kamu nggak apa-apa?" Mami membelai perutku dan membimbingku untuk duduk.

Aku mengangguk masygul. Aku berusaha merasakan perutku apa terasa kaku atau bagaimana. Kehamilan lima Minggu tentu masih sangat rawan. Jatuh duduk seperti tadi mungkin saja bisa berbahaya.

"Kita ke rumah sakit! Aku nggak mau terjadi sesuatu padamu juga janinmu, Raya." Suara Mas Reza terdengar tulus sekaligus tegas. Aku sampai tak tega mengatakan kalau ini ulah Laura. Pembicaraan kami sebelumnya membuatku makin percaya kalau impian terbesar pria itu adalah memiliki anak.

"Terima kasih. Tapi, Daffa?"

Mas Reza melirik ke arah jam dinding. "Biar aku yang jemput Daffa. Kamu siap-siap aja dulu. Ini sudah hampir jam pulangnya juga. Kasihan kalau Daffa pulang, kamu nggak ada. Meski nanti dia nggak bisa masuk rumah sakit, setidaknya dia bisa menunggu di mobil bareng aku atau Laura."

Aku pun mengangguk setuju. Mas Reza sangat mengerti soal anak kecil. Jauh dibanding Mas Bram yang kerap kali kikuk saat bermain dengan Daffa. Ada doa tulus terpanjatkan agar Mas Reza bisa mendapatkan jalan keluar terbaik dengan Laura.

Pria sebaik itu layak mendapatkan istri yang jauh lebih pantas. Entah apa masih ada kesempatan mengingat usianya yang tak lagi muda. Namun, kurasa, akan jauh lebih baik daripada terus bersama ular seperti Laura.

Semoga aku tidak bersalah memintakan doa perpisahan kepada Allah yang membenci perceraian dalam rumah tangga.

Masalahnya, apakah Mas Reza bisa memutus hubungan beracunnya dengan Mbak Laura? Mungkin hanya waktu yang bisa menjawab.

Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaWhere stories live. Discover now