Bab 45 - Hasil Persidangan

1.9K 198 62
                                    

Kemarin tuh salah ketik. Harusnya Jumat. Kok, ya Selasa. Wakakak

Kok ya, Qadarullah lupa sekalian karena lagi ada masalah sampe nangis2 mulu weekend.

 Yo wes. Ahahaha

DAPAT 123 Vote dalam 24 jam, UPDATE LAGI Selasa.

Kalau enggak, ya sampai jumpa Rabu!

Ketika hakim pengadilan sudah memasuki ruangan, maka hari berat itu pun akhirnya dimulai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ketika hakim pengadilan sudah memasuki ruangan, maka hari berat itu pun akhirnya dimulai.

Hakim laki-laki paruh baya itu tampak berwajah adil dan tenang. Tubuhnya tidak begitu tinggi dengan uban menghias kepala. Kerut-kerut di wajahnya terlihat memancarkan kebijaksanaan. Jalannya tegap dan berwibawa ketika akhirnya duduk di depan meja.

Raya sungguh berharap agar hakim mampu memberi keputusan yang terbaik. Karena, Raya sungguh tak bisa membayangkan bisa hidup tanpa Daffa.

Maka, sidang pun dimulai. Berawal dari jaksa penuntut bernama Jaenal yang membacakan tuntutan demi tuntutan.

Sesuai yang Pak Oki duga, bahwa pihak Adnan akan menggunakan peristiwa diculiknya Daffa sebagai kelemahan dan akan menjadi cara agar hak asuhnya diambil.

Semua memang terlihat buruk dari sisi Bram. Ketika pria itu dipanggil untuk bersaksi, pertanyaan-pertanyaan Pak Jaenal selalu memojokkan.

"Artinya kalian terlalu sibuk memilih slow cooker daripada memperhatikan anak kalian? Kalian bisa dikatakan lebih memusingkan barang mewah daripada bayi tidak berdosa itu?" Jaenal sang jaksa penuntut bertanya dengan nada tenang, tapi dengan kalimat yang menusuk.

"Tidak! Itu mal dengan keamanan yang cukup tinggi. Kami tidak pernah...."

"Berarti Anda menyerahkan keamanan Kakak Daffa hanya pada keamanan mal yang buktinya tetap kebobolan? itu artinya, Anda tidak mempersiapkan apa pun untuk keselamatan Daffa."

"KEBERATAN!" Pak Oki berdiri dari kursinya. "Itu tuduhan yang sama sekali tidak berdasar!"

"Keberatan ditolak. Tuduhan masih harus dibuktikan terlebih dulu. Jaksa silakan melanjutkan." Hakim tampak tenang saat memutuskan itu.

Berbanding terbalik dengan Bram yang wajahnya kini sekaku karang. Ada kebencian tertahan yang bisa saja meledak kapan saja jika tidak ditahannya erat-erat.

"Anda abai mengawasi Kakak Daffa hingga bisa diculik, lalu menderita kedinginan hingga terkena bronkopneumonia. Bagaimana kalau sampai Kakak Daffa meninggal? Kalian bisa terkena pasal kelalaian yang menimbulkan nyawa hilang!" Jaksa sama sekali tidak memperlihatkan nada menekan ataupun meremehkan. Namun, Bram merasa kalau lawannya bukan orang sembarangan. Jelas, dia jaksa penuntut yang kompeten.

"Kami hanya sekali itu khilaf. Kami selalu menjaga Daffa." Bram berusaha mengemukakan pembelaannya sesuai yang diperintahkan Pak Oki.

"Kalau satu kali itu mampu membuat anak klien saya meninggal, itu sama sekali tidak bisa dianggap remeh." Kali ini Jaksa tersenyum sangat lembut malah terasa mengerikan di mata Bram.

Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaWhere stories live. Discover now