Bab 66 - MCU yang Mengejutkan

1.4K 157 43
                                    

Dapat 134 vote, langsung Shirei up. Kabarin aja.

Sudah ready di draft semua. Siap pencet publish langsung

 Siap pencet publish langsung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

RAYA

Batuk Mami terasa berat, berdahak, tapi tak terlihat dia ingin memuntahkan sesuatu. Aku membantunya untuk duduk. Saat itu aku sadar kalau tubuh Mami terasa lebih kurus dari terakhir kali aku ingat. Hanya saja karena di rumah pun pakaian beliau selalu panjang, aku sampai tidak menyadarinya.

"Mami, kita ke dokter, yuk!" bujukku.

Aku bisa melihat Mami melirik ke arah perutku lalu menggeleng. "Cuma keselek, kok. Jangan melebih-lebihkan. Kamu jangan sampai stres. Mami nggak apa-apa."

"Serius, Mi?" Mas Reza ikut membujuk. "Ayo lah ke RS biar bisa diperiksa menyeluruh."

Lagi-lagi Mami menggeleng. "Repot lah! Toh, jadwal MCU Mami akan datang dalam enam bulan. Tahun lalu semua baik-baik saja, kan?"

Pada akhirnya, baik aku maupun Mas Reza tidak bisa berbuat banyak terutama saat Mami berkukuh kalau dirinya baik-baik saja. Kalau aku tidak bisa membujuk Mami untuk melakukan medical check up, mungkin Mas Bram bisa kumintai tolong.

Ya, semoga saja begitu.

🌸🌸🌸

"Eh? Mami sakit?" Mas Bram terlihat kaget saat aku bicara usai makan malam bersama.

"Mas lihat sendiri tadi pas makan, Mami keselek berapa kali? Dua kali, lho! Jumlah yang nggak wajar untuk sekadar makan malam."

Mas Bram mengamatiku dengan serius sambil terlihat berusaha mengingat kejadian barusan di meja makan.

"Iya, ya. Makanan Mami juga nggak habis. Kirain karena sangking serunya cerita soal Mas Reza mau kerja di pabrik sampai nggak nafsu makan." Sejenak Mas Bram terlihat bingung. "Besok Sabtu, aku akan bawa Mami medical check up menyeluruh. Akan kubuat janji secara online sekarang. Semoga masih bisa."

Aku setuju.

"Kalau besok Mami nggak mau, kita seret aja bareng. Sekalian kamu juga harus ngecek polipmu, kan?"

Aku tersenyum. Mas Bram memang paling bisa menemukan solusi di saat seperti ini.

"Lalu soal Mbak Laura. Dia benar-benar nggak mau ngecek dokter soal kandungannya? Kasihan Mas Reza. Dia bener2 berharap punya anak." Aku menggenggam jemari suamiku lembut. Melihat kakak iparku yang sangat ingin punya keturunan dan menyukai anak kecil, mendapatkan istri yang begitu ... ah ... aku sampai bingung menjelaskannya dalam satu kata yang pas untuk semua sifat buruk Mbak Laura.

Mas Bram menggeleng. "Aku tadi juga udah sempet ngobrol sama Mas Reza sebelum makan malam. Aku juga minta dia lebih keras membujuk Mbak Laura. Urusan anak ini kan bukan sesuatu yang dilarang Allah. Malah Allah menyukai keluarga yang anaknya banyak selama mampu."

Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang