Bab 71 - TAMAT

3.3K 143 82
                                    

Mendengar fakta yang baru saja didengarnya itu membuat Reza berang. Dia hampir saja kalap dan menampar Laura keras-keras melampiaskan semua api yang meledak di dadanya barusan. Namun, pria itu memejam perlahan, menyebut nama Rabb-nya berulang memohon pengampunan atas segala kebodohan dan butanya mata hati tujuh tahun terakhir. Istikharah sudah membukanya.

"Silakan dokter lakukan tindakan yang diperlukan." Reza berujar tanpa ekspresi sama sekali.

"Memasang IUD lagi?" Dokter tampak masygul.

Reza mengangguk. "Saya sudah tidak peduli apa yang akan dia lakukan dengan tubuhnya. Saya akan layangkan gugatan cerai secepatnya."

Untuk sejenak, Laura mematung. Tak bisa dipercaya kalau Reza yang selama ini tergila-gila padanya bisa jadi seperti ini. Dia tak menyangka kalau Reza berani berkata akan menceraikannya di depan orang lain.

Harga diri Laura merasa terusik. Dia sudah merasa dipermalukan di depan dokter dan perawat yang kini diam tak bisa berkata-kata.

Apa dirinya harus mempertahankan Reza? Sumber wisatanya?

Namun, bukankah Reza kini tidak punya daya. Bram menolaknya. Mami pun sekarang tidak bisa menjadi sumber uangnya. Untuk apa dia masih mencoba bertahan? Apa dirinya menyukai Reza?

Laura melihat perut Reza yang sedikit membuncit. Suaminya sudah tidak semenarik dulu. Membulat karena tidak pernah berolahraga.

"Terserah! Aku akan menyetujui perceraian kita. Berikan saja aku 80% hartamu! Semua akan beres dalam sekejap!" Laura langsung bergerak ke arah kasur dan merebahkan diri di sana.

Dokter pun mengangguk ke arah Reza dan bergerak menuju wilayah tindakan. Gorden ditutup.

Sejenak, Reza merasa lega. Beban hidupnya akhirnya sudah selesai. Ponsel yang sedari tadi diam-diam merekam semua di kantung depannya bisa menjadi saksi soal talak yang baru diucapkan juga tentang Laura yang bersedia menerima pengajuan cerainya. Tadinya dia diam-diam merekam untuk mendengar penjelasan dokter agar tidak lupa. Siapa sangka akan berakhir seperti ini.

"Bu, ini sejak kapan keputihan seperti ini?" Suara dokter mengejutkan Reza dan menoleh.

"Entahlah. Mungkin karena stres saya di rumah terus. Jadi keputihan."

Reza berdecak. Masih sempat ternyata wanita itu berusaha menyalahkannya.

"Tapi ini warnanya tidak normal, Bu. Mau saya lakukan tes papsmear sekalian?"

Laura membeliak kaget mendengar apa yang baru diucapkan dokter spesialis kandungan itu.

"Lakukan saja, Dok. Supaya dia tenang. Siapa tahu beneran jadi tidak bisa hamil," sindir Reza dingin.

"Apa sih maksudmu?!" Laura berteriak dari balik bilik. Reza mengabaikannya dan memejam kembali. Menunggu.

"Jadi bagaimana?"

"Tidak usah! Saya nggak mau tes apa pun. Ribet! Nanti jangan-jangan saya disuruh tes susulan ini itu. Buang-buang waktu." Laura tak bisa menyembunyikan kekesalan yang kini bergumul di hatinya.

"Tapi, makin cepat dideteksi masalahnya, akan lebih baik, Bu." Dokter masih berusaha membujuk

"Kau saya bilang tidak ya tidak! Dokter maksa banget, sih?! Biar dapat cuan banyak, ya?!"

"ASTAGFIRULLAH, LAURA!" Reza menggebrak meja. "Sudah, Dok. Biarkan saja kalau dia tidak mau. Toh, seandainya ada yang berbahaya, semua urusan dia sendiri!"

"Ya! Memang urusanku, ini nggak ada sangkut pautnya dengan MANTAN suamiku!" Laura menekankan kata mantan dengan tegas.

"Ya sudah, kalau begitu aku pergi duluan. Kamu mau tidur di kamar kita dulu sampai proses perceraian selesai pun tak apa. Aku akan tidur di kamar supir! Toh, biasanya dia nggak nginep." Reza bangkit dan langsung meninggalkan ruang periksa tanpa pamit.

Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaWhere stories live. Discover now