Bab 46 - Sekelumit Petunjuk

1.7K 210 109
                                    

DAPAT 123 Vote dalam 24 jam, UPDATE LAGI Kamis.

Kalau enggak, ya sampai jumpa Jumat!

Dengan gerakan sigap, Bram langsung menahan tubuh Raya yang ambruk saat mendengar keputusan tidak adil itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dengan gerakan sigap, Bram langsung menahan tubuh Raya yang ambruk saat mendengar keputusan tidak adil itu.

"Bawa Raya ke rumah sakit! Biar Mami yang urus di sini." Mami Lena segera memberikan tanda agar Bram meninggalkan ruang sidang sambil membawa Raya. Mami Lena memandang Hakim yang tampak sedikit terkejut mengetahui pingsannya Raya. "Boleh, saya wakilkan mereka untuk menyelesaikan urusan di sini? Saya Ibu Lena Bimantara. Ibu dari Bram Lazuar Bimantara."

Hakim menyetujui dan mempersilakan Bram dan Raya untuk keluar ruang sidang sementara Mami Lena dan Pak Oki akan menangani sisanya.

Bram masih membopong tubuh Raya yang terkulai lemah bersandar pada bahunya. Pria itu tidak sedikitpun merasa terbebani saat mengangkat tubuh istrinya menuju parkiran. Pak Eko dan Mbak Titi yang menggendong Daffa mengekor di belakangnya. Ketika hendak sampai ke mobil, Pak Eko bergegas mempercepat langkahnya dan membukakan pintu. Dia pun segera berlari ke depan untuk menyalakan pendingin mobil.

Mbak Titi yang duduk di kursi belakang kini sibuk mempersiapkan ASIP untuk Daffa yang mulai gelisah. Untungnya, mesin penghangat portable mampu dengan cepat mencairkan ASI beku sebelum diberikan pada Daffa yang terbangun dengan sendok kecil. Sedikit rewel, tapi masih mau minum sebentar sebelum akhirnya kembali tertidur.

"Raya ... Raya sayang. Ayo bangun." Bram memberikan bau minyak angin ke tengkuk, belakang leher, juga mendekatkannya ke hidung Raya.

Suara erangan pelan terdengar. Raya merasa kepalanya berdentam hebat saat dia didudukkan perlahan. Pandangannya masih kabur ketika aroma mint segar dan kalimat syukur pada Allah meluncur dari mulut suaminya. Dekapan lembut langsung terasa merengkuh.

Akhirnya, kesadaran Raya pulih sepenuhnya. Namun, yang terasa di dada hanya sesak yang merajah. Suara Hakim saat membacakan keputusan seolah masih memekak di telinganya, menusuk hati, dan terasa memecahkan kepala.

Tanpa sadar, mata Raya menghangat. Meski dia membalas dekapan hangat Bram, sakit itu masih mendera, mengaburkan semua bahagia dan mengubahnya jadi lara.

Hanya dua tahun dia bisa bersama Daffa sebelum orang yang menjadi dalang di balik penculikan Daffa justru akan mengasuhnya. Raya memang tidak punya bukti, tapi dia yakin Adnan lah pelakunya. Wanita itu meraung dalam dekapan suaminya. Menumpahkan semua duka pada dada bidang yang kini menjadi penyangga satu-satunya. Jemarinya mengerat mencengkeram jas mahal dan membuatnya kusut, sekusut pikirannya.

Bram tak melakukan apa-apa selain mengeratkan dekapannya. Berulang membisikkan di telinga Raya bahwa semua akan baik-baik saja. Dirinya pasti akan mampu untuk merebut Daffa kembali saat naik banding nanti. Bram membiarkan air mata istrinya membasahi kemeja yang tadinya bersembunyi di balik jas hitamnya.

Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaWhere stories live. Discover now