Bab 68 - Ketakutan Tak Masuk Akal

1.4K 159 61
                                    

Up tetap per 3 hari KECUALI nyampe 123 vote. Langsung Shirei up.

Sudah ready di draft semua. Siap pencet publish langsung

 Siap pencet publish langsung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[POV 3]

Mendengar kata akan diperiksa oleh spesialis paru, Mami Lena tiba-tiba menggeleng-geleng. "Mami nggak mau! Mami mau pulang aja!" Wanita baya itu bangkit dan hendak meninggalkan ruang periksa.

Reza menarik napas menahan diri untuk tidak terpancing kesal melihat Mami yang keras kepala. Dia menyusul bangkit dan bergerak cepat mendahului Mami menuju pintu dan berdiri tegak menghalanginya. Senyum lembut terpancang di wajahnya.

"Kalau Mami nggak mau dirawat, setidaknya dengarkan pendapat dokter spesialis dulu. Siapa tahu memang tidak perlu rawat inap. Tolong jangan seperti Laura. Reza sudah pusing, Mi. Reza ingin Mami sehat dengan cepat."

Mami Lena mengeratkan gerahamnya. Reza berkukuh untuk membuatnya melanjutkan pemeriksaan? Ada sedikit keharuan menyisip. Reza kembali memperhatikannya dan bukan hanya Laura.

"Baiklah, kita tunggu kata spesialis," putusnya.

Mereka pun bertemu kembali dengan Raya dan Bram di ruang tunggu.

"Kalian pulang duluan aja. Kasihan Raya kalau kelamaan nungguin Mami. Aku bisa naik taksi atau kuminta supir menjemput kalau kira-kira sudah akan pulang." Reza menepuk lengan Bram seolah menegaskan kalau dia akan baik-baik saja.

"Oke. Aku udah transfer uang ke rekening Mas buat jaga-jaga. Jadi Mami nggak perlu repot urusan pembayaran." Bram kemudian berterima kasih karena Reza bersedia mendampingi Mami melalui serangkaian tes.

Akhirnya, tes selanjutnya dilakukan. Mami menjalani CT scan dengan suntikan khusus dan tes lendir untuk hasil yang lebih akurat.

Mereka pun berpindah ke ruang konsultasi spesialis paru.

Ruangan berukuran sedang serbaputih itu tampak begitu lengang. Ada seorang perawat yang mendampingi, tapi hanya berdiri di belakang dan berdiam diri.

"Saya tetap menyarankan untuk rawat inap, Bu." Dokter pria paruh baya dengan rambut lurus berbelah dua itu tersenyum tipis penuh empati. "Karena, jujur saya juga menemukan kejanggalan yang membuat saya curiga."

Mami Lena menelan liurnya.

"Mi, ayo jujur, Mami ngerasain apa aja selama ini? Kenapa disembunyiin?" Reza menatap dengan duka.

"Karena Mami pikir bukan masalah besar." Mami Lena mengembuskan napas panjang. "Sesak, demam, nafsu makan turun, sakit punggung, tapi Mami pikir semua cuma karena stres mikirin istrimu yang makin hari makin..." Mami Lena menghentikan ucapannya dan hanya menarik napas panjang penuh luka.

"Sudah sejak kapan, Bu?" Dokter mencatat dengan baik.

"Sekitar enam bulan. Entahlah. Akhir-akhir ini makin parah batuknya."

Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang