Bab 62 - Raya dan Rezza

1.4K 149 77
                                    

Bukan nggak mau update, tapi Wattpad lagi berulah beberapa minggu terakhir T_T

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bukan nggak mau update, tapi Wattpad lagi berulah beberapa minggu terakhir T_T

Bukan nggak mau update, tapi Wattpad lagi berulah beberapa minggu terakhir T_T

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

RAYA

Aku di rumah sakit selama dua hari satu malam untuk diobservasi. Alhamdulillah, tidak ada yang mengkhawatirkan. Hanya saja kandunganku sedikit rentan. Meskipun tidak harus 100% bed rest, tapi dokter menyarankan aku memperbanyak istirahat selama trimester pertama.

Aku tidak mendapati Mas Reza dan Mbak Laura kala kembali dari rumah sakit sore itu. Aku pun bersyukur tidak perlu menghadapi kebawelan Mbak Laura.

Ada harapan besar aku bisa secepatnya enyah dari rumah ini. Sayangnya, kondisi kehamilanku tidak memungkinkan aku terlalu lelah untuk proses pindah rumah. Memang bisa saja Mas Bram mengatur semuanya. Akan tetapi, aku tetap akan kepikiran ini dan itu. Mas Bram tahu kalau aku tidak akan bisa diam begitu saja saat ada orang sibuk ke sana kemari.

Aku harus bersabar setidaknya sampai melahirkan. Mungkin aku bisa mengusulkan agar Mami ikut aku saja di rumah baru.

Memang mungkin akan lebih kecil, tapi kurasa jauh lebih baik daripada tinggal bersama Mbak Laura yang ... aku tak bisa menjelaskan betapa mengerikan ambisinya.

🌸🌸🌸

Pagi keesokan harinya seusai sarapan, aku bersiap menyerahkan Daffa pada salah satu asisten untuk diantar ke KB. Walaupun aku tidak bisa mengantarnya langsung karena tidak boleh terlalu lelah, aku tetap mempersiapkan segalanya. Memandikan, menyuapi, juga memeluknya sebelum pergi. Aku tidak ingin kehilangan momen istimewa bersama anakku. Agar Daffa tidak merasa hubungan kami menjauh karena adik yang akan kulahirkan sebentar lagi.

Aku menjaga hatinya. Agar tidak cemburu pada adiknya kelak.

"Acalamualaikum, Mama! Acalamualaikum, Uti!" Daffa melambai senang.

"Wa'alaikumsalam, Saleh!"

"Wa'alaikumsalam, Pinter!"

Aku dan Mami saling berpandang sejenak dan tertawa mendengar panggilan sayang yang berbeda itu.

Mami menuntunku untuk duduk di sofa ruang tamu yang empuk. "Mbak, tolong buatkan pisang goreng keju yang manis, ya! Buat camilan Bu Raya." Mami tersenyum sembari memerintahkan salah satu asisten rumah tangga kami yang baru saja masuk kembali setelah belanja sayuran.

Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaWhere stories live. Discover now