2. Gladiol

2.9K 139 7
                                    

Enjoy the music 👆 enjoy the story  👇

Aku rindu bagaimana caramu menggoda teman-temanmu untuk selalu bersemangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku rindu bagaimana caramu menggoda teman-temanmu untuk selalu bersemangat. Tidak ada yang sepertimu setelah kau pergi. Apakah di sana kau punya teman sepertiku?

Teman baikmu
Samara

Aku menghapus nama Samara dari atas kertas. "Kalau dia tau gue yang balas, pasti dia kecewa. Tulis nama Abel aja, lah. Dia pasti akan mengira Abel yang balas surat-surat ini."

Teman baikmu

Abel

Aku bangun jam tiga pagi untuk membaca 27 tujuh surat dari Aidan sejak tahun pertama kami berpisah sampai surat terakhir yang dikirim minggu lalu. 

Aidan orang yang optimis. Mesti tau suratnya tidak pernah terbalas, dia tidak berhenti menuliskan kabarnya untuk Abel.

"Samara!" terdengar panggilan pelan dari balik pintu kamar.

"Iya, Bunda."

"Nasi gorengnya udah jadi. Cepetan ke bawah, papa mau bilang sesuatu."

Aku mengemas seluruh surat dari Aidan. Memasukkan ke dalam laci tempat menyimpan kaus kaki agar Bunda yang kelewat kepo tidak punya kesempatan untuk membacanya. "Iya, sebentar."

Lima pucuk surat kumasukkan ke dalam tas. Semua itu adalah balasan dari semua surat-surat Aidan. 

Atas izin Abel, aku akan mengirim hasil dari kegabutanku untuk Aidan. Aku berharap dia menerimanya dengan senang hati.

"Pagi, Bunda. Pagi, Papa!" sapaku setelah tiba di ruang makan. Aroma nasi goreng menguar dari sana.

"Samara kan udah bilang, makan nasi goreng pagi-pagi bikin mulut Samara jadi berminyak," keluhku.

"Terus, Rara maunya makan apa?" tanya Bunda.

Aku menghela napas. "Nggak papa, Bun. Hari ini makan nasi goreng dulu, tapi besok-besok buatin pancake aja, ya."

Aku duduk di samping papa yang sedang membaca koran tanpa berkedip.

"Sudah ditunggu sama Rendra di ruang tamu. Kamu minum susu saja, lalu berangkat, ya. Mama sudah siapkan bekal," jelas Mama tanpa jeda sambil menarik tasku untuk dimasuki kotak bekal.

"Rendra siapa, ya?" tanyaku berusaha terlihat sopan.

"Rendra itu anaknya Om Darius, teman kerja papa," sahut Papa.

Om Darius si kepala botak itu? Pria seumuran papa yang pernah masuk ke dalam kamarku tanpa alasan? Kenapa aku harus berangkat sekolah dengan anaknya?

Laki-laki berjas formal muncul di ambang pintu. Bibirnya yang tebal sangat mirip seperti milik Om Darius.

"Om, maaf Rendra sudah terlambat. Nggak bisa nganter Samara," jelas Rendra membuatku menghela napas lega.

Papa meletakkan korannya di atas meja. Mama tak jadi memasukkan bekal ke dalam tasku.

EVIDEN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang