Aku tidak mendengarkan penjelasan Bu Dewi di pelajaran matematika karena sudah tak sabar bel istirahat berbunyi. Layar ponselku menampilkan foto yang diberi Vicky, foto Raka, sosok yang selama ini jadi idola banyak orang.
Dulu Raka hanyalah seseorang yang hanya bisa kusapa di dalam mimpi, hari ini aku akan berhadapan langsung dengannya. Kuharap ini bukanlah mimpi.
Kring ...
Aku menghela napas. Menjadi orang pertama yang mengemasi alat-alat tulis.
"Bagi yang tidak mengerjkan pr, tetap berada di dalam kelas. Saya akan memberi kalian tugas tambahan. Bagi yang sudah mengerjakan, boleh keluar!" perintah Bu Dewi sambil mengawasi beberapa siswa yang beliau curigai belum mengerjakan pr. Tatapan tajamnya berhenti di tempat duduk Vicky dan berubah menjadi semakin tajam.
Aku melirik ke arah Vicky yang sama sekali tidak bangkit dari duduknya. Aku mendekatinya saat orang-orang berjalan keluar kelas.
"Lo belum ngerjain?" tanyaku dengan ekspresi menyalahkan.
"Lain kali, jawab telfon gue biar kita bisa ngerjain bareng. Kan jadinya lo kena hukuman," kritikku hanya mendapat helaan napas dari Vicky.
"Lo ke gedung IPA sendiri. Nanti gue nyusul."
"Samara!" seru Bu Dewi membuatku terkesiap. Aku mengurungkan niatku untuk protes kepada Vicky bahwa aku butuh dia untuk bertemu orang sepopuler Raka.
"Iya, Bu?" sahutku dengan nada gugup.
"Kamu belum mengerjakan pr?" Bu Dewi menatap tak menyangka.
"S-sudah."
"Kalau begitu keluar saja, jangan ganggu yang lain!"
Aku meletakkan buku matematika di meja Bu Dewi, lalu meninggalkan kelas setelah melempar senyum menenangkan kepada Vicky.
Aku sadar, aku lupa seluruh masalah yang sedang kualami. Vicky membuatku memilih untuk fokus kepada sesuatu yang nyata, Raka. Sosok yang selama ini diidolakan banyak orang. Dia berprestasi, kaya, pintar, dan baik, seperti yang papa inginkan.
Bagaimana aku menemuinya? Datang ke gedung IPA seperti orang gila yang tidak punya kenalan, tiba-tiba menemui Raka dan mengatakan bahwa Vicky yang menyuruhku datang ke sana.
Memangnya, apa yang mau Raka bicarakan denganku? Tidakkah dia mengambil langkah lebih jauh untuk menemuiku terlebih dahulu? Kenapa dia justru menyuruhku datang ke markas besarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
EVIDEN (END)
Teen FictionWajib Follow sebelum membaca! TRIPTHA SERIES 1 : EVIDEN Memandang Semesta Dari Mata Yang Terluka Semesta itu indah jika dilihat dari mata orang-orang yang bahagia, tapi bagaimana jika keindahan semesta dilihat dari mata yang terluka? Hidup Samara ny...