46. Orpine

1.2K 68 9
                                    

Masih ada waktu lama untuk belajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih ada waktu lama untuk belajar. Setidaknya, itulah yang membuatku agak lega setelah mendapatkan pertanyaan intimidasi dari Bu Andrea di ruangannya.

Aku sudah bersiap untuk pergi ke bandara bersama Pak Prapto. Bunda memasukkan koperku ke dalam bagasi dan memberi pesan kepada pak Prapto untuk menemaniku hingga Aidan bersama denganku.

"Aidan kasih tau Bunda kemarin, katanya kamu suruh nunggu di kafe bandara," kata Bunda setelah aku duduk di kursi belakang mobil.

Aku ingin bertanya kenapa Aidan tidak menghubungiku saja. Tapi Bunda lebih dulu mencium keningku dan memberiku ucapan selamat tinggal.

Dalam hati aku merasa agak khawatir, terutama karena nomor Aidan tidak bisa dihubungi sejak kemarin.

Pak Prapto menjalankan mobil keluar dari area rumah.

Aku membuka ponsel dan menelfon nomor Aidan untuk ketiga kalinya pagi ini. Tetap tak ada jawaban.

Sudut mataku menangkap nomor Vicky di bagian paling bawah layar ponsel. Sudah lebih dari seminggu kita tidak saling bicara. Aku penasaran apakah dia merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan padaku atau dia justru semakin benci padaku.

Bersamaan dengan hilangnya Vicky, Farel dan Oki kini lebih sering menghindariku. Itu cukup menyakitkan, seperti halnya ketika Laras membujuk orang-orang untuk menjauhiku dulu.

Akhirnya tiba di bandara. Pak Prapto membawakan koperku hingga tiba di kafe. Aku memilih duduk di luar agar bisa melihat kedatangan Aidan.

"Tinggal aja, Pak. Nggak papa," kataku kepada Pak Prapto.

"Memangnya Den Aidan masih berapa lama?" tanya Pak Prapto sambil mengawasi sekitar.

"Nggak tau. Pak Prapto pulang aja, daripada Bunda naik taksi."

"Ya sudah, Neng. Saya balik dulu. Hati-hati ya, Non!"

Aku mengangguk. Membiarkan Pak Prapto menerobos kerumunan di pintu keluar. Aku menghela napas. Menatap lalu lalang orang. Tidak ada satu pun dari mereka yang kukenal.

Lima belas menit berlalu, jadwal terbang semakin dekat. Aku mengambil jaket dari dalam tas dan memakainya karena tak tahan dengan ac yang begitu dingin sementara aku hanya mengenakan celana pendek dan kaus.

Dari ratusan manusia yang lewat di depan mejaku, aku belum melihat sosok Aidan.

Aku menghembuskan napas kesal. Berusaha berpikir positif, mungkin Aidan sedang dalam perjalanan.

EVIDEN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang