56. Rose

230 38 2
                                    

Aku masuk ke dalam kamar dengan hati yang hancur

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Aku masuk ke dalam kamar dengan hati yang hancur. Seharusnya aku sedang memotong kue bersama Papa, Bunda, dan Abel. Seharusnya aku bahagia di hari ulang tahunku. Aku benci diriku sendiri. Aku merindukan aku ketika masih kecil dulu.

Sudut mataku menemukan sebuah kotak berwarna hitam dengan sepucuk surat di atasnya.

Tangan gemetarku meraba surat itu. Ada beberapa kata di atas sana.

'Dari Vicky Untuk Samara'

"Aghr!" histerisku sambil melempar barang itu ke sudut ruangan.

Satu hal yang membuatku tak bisa menahan rasa penyesalan ini adalah kepergian Abel. Dia tidak pernah sekecewa itu padaku. Dia meninggalkanku seolah kami tak pernah punya kenangan di masa lalu

"Samara!"

Aku menoleh ke belakang. Aidan berdiri dengan wajah memerah. Bukan cuma aku saja yang terluka, aku yakin dia juga.

"Jangan dengerin Vicky, Dan. Dia bohong." Aku masih berusaha untuk meyakinkan Aidan. "Gue nggak pernah balas surat-surat itu, Abel yang selama ini balas surat-surat lo."

Aidan menarik tengkukku ke dadanya. Dia mendekapku sehingga aku mendengar degup jantungnya yang seirama dengan degup jantungku.

"Jadi selama ini firasat gue nggak salah. Orang di balik surat-surat itu adalah lo."

Aku menggeleng. Berusaha melepaskan diri dari dekapannya.

Aidan menekan tubuhku. Menangkup wajahku dan mengusap air mata yang turun melalui leherku.

"Gue jatuh cinta sama cewek yang suka warna biru. Gue jatuh cinta sama cewek yang suka rooftop sebagai tempat menyendiri. Gue suka cewek yang suka pancake. Lo nulis semua itu di surat. Dengan bodohnya gue nggak sadar, selama ini elo yang menunjukkan ciri-ciri itu, bukan Abel."

Aku menggeleng dengan mulut terisak.

"Gue merasa dipermainkan, Ra, tapi gue tau posisi lo. Seharusnya gue sadar ... apa yang lo lakukan selama ini cuma akting supaya lo bisa bahagiain Abel."

Aku menggeleng untuk kesian kalinya. Seolah dibekap oleh rasa sakit yang kurasakan di setiap bagian tubuhku.

"Sebesar itu rasa sayang lo buat Abel? Gue cuma jatuh cinta sama seorang gadis yang mengorbankan perasaannya hanya demi melihat temannya bahagia."

Aku tidak tau apakah harus bahagia atau sedih. Karena mengakui cintaku kepada Aidan sama dengan kehilangan Abel.

"Gue siap cemburu liat lo sama Vicky. Gue siap berkorban seperti yang udah lo alami selama ini."  Aidan menunduk untuk menyatukan bibir kami. Tubuhku menegang ketika napas kami bersatu.

Aku ingat betapa bodohnya aku selama ini. Kenapa aku tetap diam dan bertingkah seperti orang naif yang tersakiti?

Seharusnya aku mengatakan keberanianku kepada Aidan  bahwa akulah yang mengirim surat-surat itu. Seharusnya aku menolak perjodohan dengan Rendra dan menjadi gadis yang lebih pemberani.

EVIDEN (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt