24. Lavender

557 56 4
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Air mataku tidak berhenti mengalir di tengah perjalanan menuju rumah sakit. Pak Sopir menyetir dengan ugal-ugalan sesuai perintahku. Aku tidak sabar melihat keadaan Abel.

Bunda beberapa kali mengelus bahuku. Alih-alih menenangkan, justru aku semakin cemas.

Kini kami duduk di depan ruang operasi. Saling berpelukan untuk menguatkan satu sama lain.

"Kenapa Abel dikasih ujian terus sama Tuhan, Bun? Salah Abel apa?" tanyaku kepada Bunda yang ikut menangis.

"Ssh... nggak boleh gitu, sayang. Abel aja kuat kok. Kamu juga harus kuat."

"Rara bisa rasain ... apa yang Abel rasain." Aku sesenggukan di bahu Bunda.

Bunda menyembunyikan wajahku di dalam pelukannya. "Ssh ... kita doain Abel baik-baik saja. Oke?"

"Rara nggak akan pulang, Bun ... sampai Abel sembuh lagi," isakku. Menggambarkan luka yang menganga dan begitu perih.

Dengungan tangisku mungkin terdengar hingga ujung lorong. Bunda meredamnya dengan menarikku begitu dalam ke pelukannya.

Tiba tengah malam. Lorong terasa sepi dan dingin. Air mataku sudah kering, tapi aku tak berhenti melamun, pikiranku kosong. Bunda beberapa kali terkena ujung kursi karena tidak bisa menahan kantuk.

Pintu belum terbuka sejak tadi, berarti proses operasi belum juga selesai. Pikiranku kacau membayangkan luka Abel yang begitu parah. Dia menanggung tanggung jawab yang begitu besar, bagaimana dia menjalankan tanggung jawab itu jika keadaannya tak memungkinkan seperti ini?

Air mataku menetes lagi. Aku buru-buru menghapusnya. Apakah Abel kuat? Dia tidak selemah aku?

Lampu merah di atas pintu padam. Operasi baru saja selesai. Dokter pasti akan keluar beberapa saat lagi.

Aku menoel bahu Bunda.

Sebelum Bunda sadar kami masih di rumah sakit, pintu operasi lebih dulu terbuka. Seorang perawat berseragam hijau keluar membawa troli berisi alat-alat operasi. Dua orang menyusul beberapa saat kemudian. Aku dan Bunda bangkit untuk menemui mereka.

"Abel gimana, Dok?" tanyaku tak sabar.

"Kami baru saja mengoperasi pendarahan di area kakinya. Masih ada dua operasi yang harus dijalankan besok. Operasi di kepala dan luka di punggungnya."

Tubuhku semakin lemas. Bunda menahan bahuku.

"Tolong sembuhkan Abel, dokter!" kata Bunda.

EVIDEN (END)Where stories live. Discover now