53. Mirabilis

219 35 4
                                    

Seperti janjiku kemarin, aku akan update setelah bab sebelumnya mencapai 50 view.

Makasih banyak yang sudah bantu promosi 🙏🙏 lopyall 🫶





Makasih banyak yang sudah bantu promosi 🙏🙏 lopyall 🫶

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sinar matahari menembus kaca. Jatuh tepat di wajah-wajah berderai air mata. Hening nan sakral, tidak ada yang berani terisak di atas tubuh tak bernyawa wanita berusia tujuh puluh tahun itu.

Kesepuluh jajaran manusia dengan mata sembab itu adalah pengurus panti sekaligus anak-anak favorit Ibu Zahra, sosok yang kami sebut sebagai Ibu Panti.

Aku berdiri di samping Desta. Menatap dari balik genangan air mata, Dokter yang menutup wajah Ibu Panti dengan kain putih.

Selamat jalan orang baik. Terima kasih telah membuka mataku untuk melihat dunia yang luas. Meskipun kamu cuma hadir di separuh hidupku selama ini, tapi peranmu membuatku selalu ingat bahwa nyaman dan aman hanya bisa kudapatkan ketika melihat orang yang kita sayang bahagia.

Aku teringat tangisan keluarga di rumah sakit Houston ketika ingin mengunjungi Abel. Sekarang aku mengalaminya secara langsung. Aku tau sakit yang mereka deskripsikan lewat dengungan tangis mereka.

Jenazah Ibu Zahra dikebumikan di pemakaman di samping panti asuhan. Terdengar jeritan tangis anak-anak dari dalam bangunan. Bukan cuma satu, Ibu Panti meninggalkan ratusan anak di dalam sana.

Aku dan Desta masuk ke dalam mobilnya untuk kembali ketika matahari hampir menghilang di ufuk barat.

Air mataku sudah surut. Aku sudah ikhlas dengan kepergiannya.

"Nggak nyangka, ya. Sosok yang selama ini jadi ibu kita ninggalin kita di depan mata kita sendiri." Aku berbicara di tengah perjalanan.

"Ibu Panti orang yang hebat. Dia pasti akan lebih tenang di alam sana," sahutnya, terdengar tegar.

Aku menoleh ke arah Desta dengan mata sembab. "Coba aja lo nggak ajak gue, gue pasti nggak akan tau kalau ibu panti sakit."

"Bersyukur aja, kita masih bisa lihat beliau masih membuka mata."

Bibirku tersenyum getir. Mengingat hangatnya pelukan Ibu Panti setiap kali dia memelukku ketika aku menangis dulu.

"Abel gimana?" tanya Desta membuat pikiranku teralihkan. "Gue dengar dia kecelakaan."

"Iya, tapi sekarang udah baikan, kok. Kemarin baru dioperasi. Mungkin sekarang udah bisa jalan."

Aku tidak heran melihat Desta syok. Dulu ketika mereka belum sesibuk ini, bertukar kabar adalah hal yang harus dilakukan setiap satu jam sekali. Aku hanya penasaran, apakah Abel akan sebahagia ketika dia bersama dengan Aidan jika Desta masih bersama dengannya hingga saat ini.

"Maaf, gue nggak sempat jenguk dia." terdengar nada menyesal dari suaranya. Meskipun mantan, Desta masih menganggap Abel sebagai sahabatnya sendiri dan keputusan untuk putus dari hubungan mereka bukan karena ada kesalah pahaman, melainkan karena mereka terlalu sibuk dan merasa lebih baik jika mereka mengakhiri hubungan itu.

EVIDEN (END)Where stories live. Discover now