26. Cyclamen

521 53 2
                                    

Reaksi pertama Niko ketika pertama kali kuberitau bahwa Abel mengalami kecelakaan membuat selera makanku tiba-tiba menghilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Reaksi pertama Niko ketika pertama kali kuberitau bahwa Abel mengalami kecelakaan membuat selera makanku tiba-tiba menghilang. Wajahnya berubah sendu. Semangatnya meredup seperti matahari siang itu.

Vicky memaksaku untuk makan siang terlebih dahulu sebelum keluar dari rumah sakit jiwa bersama Niko setelah dia mendengar perutku berbunyi di tengah perjalanan menuju ke sini. Aku menolaknya, memberitahunya bahwa aku sudah tidak sabar melihat keadaan Abel di rumah sakit.

"Niko pulang ke rumah Kak Rara, ya. Di rumah cuma sendirian," pesanku ketika kami keluar kawasan rumah sakit jiwa.

"Tapi aku pengen lihat Abel," sahut Niko dengan nada cemas.

Aku tidak tega memperlihatkan keadaan Abel kepada Niko, bahkan mendeskripsikannya dengan kata-kata pun aku tak berani. "Kata dokter, anak kecil nggak boleh masuk rumah sakit. Liatnya kalau Abel udah dipindahin ke ruangan lain aja, ya?"

Dengan polosnya dia mengangguk riang.

Tak lama kemudian, Pak Supir tiba di gerbang rumah sakit jiwa.

"Pak, bawa Niko pulang ke rumah, ya," pesanku langsung mendapatkan anggukan dari Pak Supir.

Niko bergegas masuk ke dalam mobil. Melambaikan tangan lewat kaca ketika mobil itu berjalan menjauh.

Aku teringat keadaan Tante Indah saat aku mengambil Niko dari dalam ruangannya. Aku tidak tega memberitau Tante Indah tentang keadaan Abel, karena itulah aku minta izin mengajak Niko menginap karena alasan bahwa Abel sedang tidak ada di rumah selama beberapa hari.

Tante Indah hanya diam saja. Dia menarik keluar baju suaminya dari dalam lemari dan memeluknya untuk mengabaikanku. Barulah aku keluar hingga sampai di tempat ini.

"Langsung ke rumah sakit?" tanya Vikcy membuatku mengangguk.

Aku mengecek ponsel. Melihat pesan dari Bunda yang bilang bahwa ada tamu di rumah sehingga tidak bisa menjaga Abel di rumah sakit.

"Dokter bilang siang ini Abel harus sadar. Kalau enggak, artinya dia koma," tuturku saat kami berada di tengah perjalanan.

Sinar matahari siang ini membuatku tegang. Cemas dengan keadaan Abel yang tidak terprediksi.

"Semoga Abel benar-benar sadar," bisikku dibalik bahu Vicky. Berusaha membayangkan sorotan bahagia di mata bening Abel yang kurindukan.

Aku menoleh ke arah kaca spion, lebih tepatnya ke arah pantulan wajah Vicky. Aura misteriusnya masih terpancar seperti biasanya. Baru saja ingin membicarakan tentang Alam, tapi kuurungkan karena takut Vicky akan curiga ada masalah di antara kami.

EVIDEN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang