30. Edelweise

510 61 4
                                    

Enjoy the story enjoy the song

"Lo ngapain sama dia?" dengan gerakan tak termaafkan, telunjuknya menuduh wajahku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lo ngapain sama dia?" dengan gerakan tak termaafkan, telunjuknya menuduh wajahku. 

Aku berdiri dengan ekspresi tak bersalah. Justru bertanya-tanya siapa sebenarnya dia dengan lancangnya melibatkanku di tengah emosinya.

Tidak ada rasa bersalah di ekspresi Alam meskipun gadis berbaju hitam itu sebenarnya sedang marah padanya. Dia menyeringai seolah ingin meninggalkan muka bumi ini tanpa meladeni gadis berbaju hitam itu.

"Siapa dia, Al?" Gadis itu mendekat ke arah Alam yang mulutnya tertutup rapat.

"Lo siapa, hah?" Matanya yang berkaca-kaca melotot ke arahku.

"Lo ajak cewek ini juga di acara kita? Maksud lo apa, Al?" gadis itu mendorong bahu Alam ke belakang.

Acara mereka berdua? Apakah ini alasan dia berada di sini dengan segala keanehan yang ia siapkan? Dia bukan sedang menungguku, melainkan menunggu gadis asing ini untuk makan malam bersamanya.

Alam mencengkram lengan gadis itu seolah mereka punya kaitan yang begitu erat. Sekarang aku tau apa yang terjadi dan aku berusaha untuk tidak memberontak karena merasa dipermainkan. 

"Na, dengerin gue dulu..." 

"Apa?" Gadis itu menghempaskan tangannya.  "Gue harus dengerin apa? Dia pacar lo juga, hah?"

"Lo emang buaya, Al." Cewek itu mendorong paksa bahu Alam.

"Berapa cewek yang lo punya? Jawab!" serunya seperti korban kejahatan yang menuntut untuk diadili.

"Ini tujuan lo minta balikan sama gue? Lo mau nyakitin gue lagi? Kita putus aja, Al. Nggak usah ngejar-ngejar gue lagi. Dasar brengsek!" gadis itu menampar Alam dan meninggalkan kami sambil menenteng satu heels-nya.

Hembusan angin membawa suasana canggung mengisi kekosongan di atas meja berisi setangkai mawar layu itu. 

Harapanku runtuh terbawa angin. Rasa sakit perlahan berdatangan, apalagi saat melihat sorotan mata Alam yang sama sekali tidak terlihat bersalah.

Segala bentuk alasan yang selama ini ia lontarkan padaku hanyalan kebohongan. Semua tentangnya adalah kebohongan. Termasuk betapa dia sangat hebat berhasil mengetahui titik kelemahan seorang gadis dan berusaha memberi mereka kesempurnaan untuk mendapatkan hati mereka.

"Lo nggak sibuk di rumah ketika lo bohong kalau lo mau latihan basket karena lo mau ketemuan sama dia, kan?" tanyaku dengan nada bergetar.

"Selama ini lo menghindar dari gue, biar pacar-pacar lo yang lain nggak tau kalau kita dekat?"

Air mata pertamaku menetes di atas mawar layu itu. "Selama ini lo ninggalin gue karena lo mau ketemu cewek lo yang lain?"

Dia tidak pernah merasa bersalah. Raut wajahnya syok, namun tak ada kekecewaan. Bagaimana mungkin seseorang bisa merasa baik-baik saja setelah mempermainkan perasaan dengan kejamnya?

EVIDEN (END)Where stories live. Discover now