[ 14.2/30 ]

267 36 0
                                    

"Ini di mana?"

Seorang gadis dengan wajah lelah terbangun dari tidurnya yang tidak lelap. Beberapa kali ia mengusap wajah, sebelum akhirnya menguncir rambutnya menjadi satu.

"Selamat datang, Tika," sambut seseorang dengan wajah tidak begitu ramah dan rambut ikal menggantung berwarna burgundy. "Tika dari The Cursed, bukan?"

"Eh?"

"Siapa yang da—eh, Tika dari The Cursed? Kenalkan, aku Helena," kata seseorang berambut panjang dengan antusias dan menjabat tangan orang yang dia panggil Tika.

"Eh? Helena? Siapa? Ini di mana?" tanya gadis tersebut dengan ragu.

"Aku Aira, dan ini ... Helena," jawab gadis berambut burgundy itu dengan sedikit malas. "Kami tokoh yang selamat dari Hollow."

"Hollow? The Cursed?"

"Sepertinya kamu anak baru banget, ya?" ucap Helena dengan tangan dilipat depan dada sambil memandang Tika heran. "Biar kuperjelas, saat ini kamu berada di rumah milik Tamara. Tempat dia menyimpan semua tokoh yang dia lahirkan dan dia biarkan hidup hingga akhir cerita.

"Kamu adalah Tika, tokoh yang dibuatnya dalam cerita The Cursed, tentang ... tentang apa, Ra?" lanjut Helena yang sekalian bertanya pada Aira.

"Kutukan sepertinya, permainan werewolf. Dan kamu satu-satunya tokoh yang selamat," jawab Aira.

"Apa? Jadi semua itu hanya cerita? Maksudku, Adit, Bima, Jira ... mereka hanya tokoh cerita dan dibiarkan mati oleh Tamara?"

Helena dan Aira mengangguk bersamaan.

"Kita semua hanya 'anak' dari Tamara yang dia atur jalan ceritanya. Sifat dan watak kita juga dibuat olehnya, ya kita hanya tokoh, khayalan," jelas Aira.

"Kasihan kamu, Tik, sendirian. Paling tidak aku bersama Aira dan Vano," kata Helena sambil memandang Tika kasihan. "Mau minum?"

Tika menggeleng. "Vano, siapa?"

"Tokoh yang juga selamat dari cerita Hollow, tunangannya," jawab Aira sambil menunjuk pada Helena. "Mungkin saat ini Vano sedang tertidur di kamarnya. Kak Hel, nggak mau coba bangunin?"

Masih terlihat bingung, Tika memutuskan untuk duduk berhadapan langsung dengan Aira dan Helena. Keduanya tampak akur, meski ada yang mengganjal. Seperti ada sesuatu yang membuat mereka menjadi canggung.

"Hollow, tentang apa?"

Aira mengangkat wajahnya dan tersenyum kecil. "Tentang aku, gadis pencemburu yang tega membunuh kakak kandungku, kemudian masuk ke dalam rumah perawatan dan harus memecahkan banyak teka-teki."

Wajah Tika tampak kagum. "Ceritanya sedikit berat, ya."

"Sangat berat, Tamara perlu waktu satu setengah tahun untuk menamatkannya. Dalam ceritamu, ia hanya membutuhkan waktu tiga bulan. Meski begitu, ceritaku adalah cerita pertama yang Tamara tamatkan," kata Aira menjawab perkataan Tika.

"Biasanya, selalu ada pasangan bagi pemeran utama, bukan? Siapa pasanganmu?" tanya Tika lugu, senyum mengembang di bibirnya, dia mulai menikmati percakapan ini.

Sementara itu, tanpa ia sadari, Helena yang sedang meminum jus jeruk tersedak dan Aira menegang tubuhnya.

"Harusnya Vano," jawab Helena sambil tersenyum masam.

"Bukannya Vano adalah tunanganmu?" jawab Tika, terkejut.  "Eh, apa aku salah bicara? Aku terlalu banyak ingin tahu, ya? Maaf."

Aira mengibaskan tangan, berusaha tersenyum. "Tidak masalah. Yaa memang, harusnya Vano berakhir denganku, tapi Tamara membuat ceritanya berbeda. Meskipun terasa logis, tapi menyakitkan."

"Yang kudengar, Tamara banyak diprotes pembacanya," lanjut Helena.

"Bukan hanya Tamara yang diprotes, bahkan Kak Helena juga dihujat oleh mereka. Meskipun aku terluka, aku tidak suka orang-orang mengataimu, Kak. Mereka tidak tahu perasaanmu," jawab Aira dengan kesal.

Helena tertawa. "Tidak apa, Ra. Tenang saja, semua baik-baik. Aku menerima semua reaksi itu, kok. Mereka kecewa, dan itu spontan."

Tika mengangguk paham. "Lalu, untuk apa kita dikumpulkan?"

"Sepertinya hari ini kita diminta mengatakan sesuatu pada Tamara, 'orang tua' kita itu. Dan bagaimana jika kita mulai saja?" jawab Aira.

"Tunggu aku, aku baru bangun."

Tiga pasang mata itu menoleh dan menemukan wajah berantakan laki-laki yang cukup tampan. Tika tahu bahwa itu adalah Vano. Aira memutar bola matanya dan menghela napas.

"Besok kamu harus bangun lebih siang, Van," sindir Aira.

Vano tertawa. "Aku buru-buru, jadi aku duluan, ya. Hai Tamara, Vano di sini. Bagaimana jika kamu membuat sebuah cerita lain dengan tokoh laki-laki yang juga selamat? Aku kesepian di sini. Dan oh—bagaimana jika Aira juga aku pinang saja? Dua lebih baik."

Setelah mengatakan itu dengan tawa tertahan, Vano langsung berlari ke belakang mengundang tawa yang lain.

"Aku selanjutnya," kata Helena berusaha menengahi situasi yang tidak kondusif itu. "Aku cuma ingin bilang ... sesekali, buatlah cerita bahagia. Kenapa ceritamu selalu kelam? Kasihan tokoh-tokohmu, Tam."

Aira dan Tika tertawa, mengangguk setuju. "Aku ingin diberikan pacar, Tam. Kenapa kamu membunuh Bimaku?" lanjut Tika setengah tertawa, ia berpura-pura menangis sekarang.

"Terakhir aku," jawab Aira. "Aku hanya ingin bilang ... cintailah kami seperti kamu mencintai dirimu sendiri, Tam. Ya, walaupun kamu nggak cinta diri kamu, sayang sama kita boleh dong."

Helena menyikut lengan Aira pelan, menahan tawa. Sementara Tika tertawa kencang.

"Aku serius, aku tahu jika semua yang kamu tulis adalah pelarianmu, tapi ... buatlah sesuatu yang manis, cintai dirimu sendiri, dan jangan biarkan siapa pun menyakitimu lebih dari yang kamu bisa lakukan. Terakhir, dari kami semua anakmu, terima kasih karena telah menuliskan cerita kami dan membuat banyak orang mengenal kami."

Aira mengusap matanya yang berair dan tertawa kecil. Situasi menjadi sedikit sendu. Helena dan Tika memeluk tubuh Aira, membuat mereka terlihat seperti keluarga.

"Kudengar Tamara sedang menciptakan tokoh baru, bulan depan ia lahirkan. Dan kali ini manis," ucap Helena tiba-tiba.

"Benarkah? Aku tidak sabar menunggu mereka datang ke sini," jawab Tika.

"Pertama-tama kita harus yakinkan dulu bahwa Tamara akan menyelesaikan ceritanya, bukan ditumpuk lagi. Lalu, yakinkah kita Tamara akan menulis sesuatu yang manis?" jawab Aira sambil mengangkat bahu.

Yaa, tidak ada yang pernah tahu apa yang Tamara pikirkan. Bahkan mereka, anak kesayangannya.

◎◎◎

Selasa, 14 Agustus 2018
09.16 WIB
Spin Off dari Tema Hari ke 14

a Tiny Linie Bitty : NPC's 30 Days Writing Challenge 2019Where stories live. Discover now