18. Akai dan Penampungan

776 121 14
                                    

Jalan di dalam gua itu sangat gelap dan lembap. Ditambah dengan rute mendaki sejak dari bibir gua, Iova dan Eunah sampai terengah-engah ketika berjalan. Sampai-sampai Akai sangat bersyukur ketika mendapati mereka telah tiba di ujung gua. Langit-langitnya dihiasi cahaya terang kekuningan yang berasal dari celah pintu kayu usang. Namun, tak ada jalan yang mampu membawa mereka ke atas.

Semuanya terdiam memandangi cahaya itu, atau begitulah yang Akai pikirkan karena tak ada satu pun dari mereka yang bersuara. Dari sudut matanya, Akai dapat melihat Eunah maupun Iova yang tampak tidak menaruh minat untuk mencari jalan keluar lain. Kedua gadis itu telah kelelahan, mata mereka begitu sayu. Napas mereka pun terengah-engah. Ada keringat menghiasi pelipis hingga leher mereka.

Akai menghela napas untuk memantapkan hati. Mungkin, kini Akai-lah yang harus beraksi. Bagaimanapun juga, kedua gadis itulah yang menemukan pintu keluar dari gua. Jadi, Akai harus membalas jasa.

Sayangnya, sebelum Akai sempat melirik ke arah lain, Iova telah berkata lemah, "Ada tuas di sini."

Eunah dan Akai serempak menoleh ke arah yang ditunjukkan gadis itu. Ada kedipan perak tepat di atas kepala Iova. Saat Akai memicingkan mata, terlihatlah sebuah tuas yang mirip dengan pemicu lubang di bawah pohon, tetapi yang ini jauh lebih bersih dan mengkilap.

Sepertinya tempat ini sering dikunjungi oleh Tuan Wicked. Akai mengernyitkan kening saat mencoba menebak. Apa mungkin ....

Cowok itu maju melewati Eunah dan Iova, kemudian menarik tuas itu. Tanpa peringatan, sebuah tangga meluncur cepat dari langit-langit. Saking cepatnya, tangga besi itu terpantul sekali ketika menyentuh dasar lorong gua yang berbatu dan menimbulkan suara berisik asing sebelum berdiri tenang. Eunah dan Iova berjengit kaget, tetapi tidak dengan Akai yang segera melangkah mendekat untuk memuaskan keingintahuannya.

Setiap anak tangga itu berhiaskan sulur-sulur tanaman kering. Warnanya merah marun seperti darah. Dari penampilannya yang agak berkarat, tangga itu sudah berumur. Akan tetapi, dilihat dari sisi mana pun, tetap saja sangat kuat, terutama sewaktu Akai memeganginya dan merasakan rangka besinya yang dingin. Apalagi kalau membayangkan pria segemuk Tuan Wicked yang menaikinya. Keamanan tangga ini tidak diragukan lagi.

Mereka tidak perlu berdiskusi lagi tentang siapa yang seharusnya menaiki tangga sebab Akai mengajukan diri tanpa suara. Lagi pula, dia satu-satunya cowok. Akai pun memanjat perlahan, berhati-hati agar tidak menciptakan derit yang tak perlu. Sesampainya di atas, Akai mendorong pintu langit-langit yang ternyata terbuat dari kayu.

Sinar lampu membuat pandangan Akai silau seketika. Butuh waktu bagi matanya beradaptasi, Akan tetapi, saat sadar bahwa dirinya berada di sebuah ruangan yang sangat dikenalinya, Akai dibuat tertegun. Dia yakin ini adalah kantor Tuan Wicked di penampungan.

Dindingnya berhiaskan awetan-awetan hewan, tak peduli hewan air maupun darat. Ada lemari pajangan berisi rambut palsu aneka warna di bawah pajangan kepala bison dan unta. Ruangan itu terdiri dari sebuah sofa panjang dan meja kopi yang ditempati oleh tumpukan majalah dan koran. Tak jauh dari tempat Akai mengintip, berdiri kokoh kursi berlengan tinggi yang selalu diduduki Tuan Wicked ketika Akai bertandang ke tempat ini. Tepat di belakang kursi besar itu, sekumpulan koleksi kostum Tuan Wicked tertata rapi di sebuah rak pakaian.

Cowok itu mendorong pintu kayu lebih ke belakang, sehingga dia dapat naik ke atas. Sayangnya, Akai tidak berhati-hati dengan sekelilingnya. Tanpa sadar, kepalanya terkantuk sesuatu yang membuatnya tahu kalau dia sedang berada di dalam perapian. Akai pun memutuskan untuk lebih perlahan dalam bergerak, terutama saat merangkak melewati tumpukan kayu--yang ternyata hanya berupa hiasan--di depannya.

Bagaimana mungkin berat Tuan Wicked tidak turun dengan semua hal ini menuju kediamannya sendiri? Akai berpikir keras mengingat tubuh besar Tuan Wicked.

Another Way to Destroy The WorldWhere stories live. Discover now