19. Iova dan Si Kacamata

673 116 8
                                    

Seumur hidup, Iova tidak pernah menjadi korban salah orang. Semua orang mengenalinya. Hal itu bukan tanpa alasan, pamannya adalah orang hebat. Bahkan, tak perlu menjadi seorang bangsawan untuk mendapatkan hak bebas penalti. Iova adalah gadis yang punya akses luas, terutama di Distrik Ankara, Kota Bawah Tanah. Dan, menurutnya, dia juga seorang pahlawan yang pantas untuk diagungkan.

Misalnya saja orang-orang di pusat perbelanjaan. Ketika Iova datang berkunjung, tak jarang ia mendapatkan kudapan gratis atau menjadi gadis hebat dalam mempromosikan barang dagangan. Itu adalah pekerjaan sederhana seorang pahlawan dan Iova senang melakukannya.

Akan tetapi, ketika dia mendengar Morgan mengatakan hal itu, dahi Iova mau tak mau berkerut. Dia segera menunjuk dirinya sendiri sambil berujar heran, "Tunggu. Aku?"

Akai maupun Eunah pun menatapnya lalu Morgan secara bergantian. Raut wajah mereka memberi sinyal bahwa mereka memang membutuhkan jawaban. Keduanya pasti penasaran dengan alasan Morgan, seperti Iova yang tidak terima dikatai pernah tinggal di penampungan pemerintah. Seumur hidupnya, paman maupun bibinya tidak pernah menceritakan hal itu.

"Yeah," jawab Morgan. "Lagi pula, tidak ada Iova lain di ruangan ini."

Iova rasa, dia butuh membersihkan telinganya sepulang dari sini. Gadis itu menghela napas pasrah. Iova meralat dalam hati, Tidak ada pahlawan lain dalam ruangan ini. Dipijat-pijatnya batang hidungnya secara perlahan. Otak Iova yang sempat terhenti bekerja mulai bekerja lagi.

Si pahlawan mendesah, lalu berkacak pinggang. "Baiklah, penjahat berkacamata," katanya ketus setelah terdiam selama beberapa saat. "Aku tidak mengerti. Kenapa kau mengatakan 'selamat datang kembali'?" tanyanya memberi tanda petik imajiner dengan jemarinya. "Maksudku, sekalipun aku mengenal Tuan Wicked, ini pertama kalinya aku ke mari." Dengan mengecualikan aksi bodohku yang hendak mengunjungi tempat ini kemarin tentu saja. Kenapa pula aku menuruti keinginan figure action-ku untuk menyelamatkan seorang penjahat? Dia menambahkan dalam hati, kemudian mendengus.

Ingatan itu membuat Iova tanpa sadar melirik Akai dengan pandangan seolah cowok itu baru saja mengecat rambutnya menjadi ungu mentereng, tetapi segera ia menggeleng karena tak ingin melewatkan jawaban Morgan yang terlihat sedang memilih kata-kata. Entah apa yang ada di pikiran anak penampungan itu, Iova mulai bosan dan ingin segera melakukan sesuatu padanya.

Morgan hanya memandangi Iova. Bola matanya bergerak mengamati gadis itu dari ujung kepala hingga kaki. Beberapa saat kemudian, disunggingkannya senyum simpul. Iova mengenali ekspresi itu. Dia sering melihatnya di video-video lama tentang aksi pahlawan milik pamannya. Senyuman licik penjahat, pikirnya. Padahal, senyuman itu bisa saja berarti lain. Namun, karena penampungan pemerintah dihuni oleh 70% penjahat--atau setidaknya begitulah hasil "penelitian" Iova, dia tak mau mengambil kesimpulan lain.

"Tentu saja kau tidak ingat," kata Morgan kemudian. Kekehan garingnya tidak berhasil menetralkan suasana. Dahi Iova malah berkerut tidak karuan. "Bahkan, gadis permukaan ini pun bertanya-tanya." Telunjuk kurus Morgan menunjuk ke arah Eunah bertudung yang sedari tadi enggan mengeluarkan suara.

Mata Iova membulat. Dia amat yakin kalau Morgan belum pernah bertemu Eunah sebelumnya. Lehernya berputar ke arah teman barunya itu. Tampak di mata violetnya kalau Eunah bahkan belum menggeser posisi tudung yang menutupi wajah dan kulitnya yang cerah. "Bagaimana kau tahu?" Iova bertanya spontan, yang sayangnya, hanya dalam sepersekian mili detik saja, segera ia sesali.

"Kau baru saja menjawabnya." Morgan mengedikan bahu yang dibalas decihan kesal oleh Iova. Penjahat berkacamata mengambil bukunya dan meletakkannya di atas nakas di sebelah tempat tidur. "Dengar. Siapa pun akan curiga jika dia terus-menerus mengenakan penutup kepala yang menyembunyikan wajahnya," ucap Morgan sembari menegakkan badan.

Another Way to Destroy The WorldWhere stories live. Discover now