21. Dae dan Tiga Pilihan

787 116 12
                                    

AN: Untuk pembaca lama, sebenarnya ada adegan tambahan di chapter 6 dan 8 bagian Dae dikarenakan ada karakter tambahan yang mungkin kalian sadari namanya muncul di chapter sebelumnya.

Maaf atas kelabilan ini. Mumpung masih di Wattpad, aku edit-edit sajalah. Lain halnya kalau sudah jadi buku beneran (Aamiin). Terima kasih sebelumnya.

====================

Ketakutan.

Itu adalah kata yang mampu mendeskripsikan perasaan Dae ketika ia membuka mata. Angin yang berembus sangat dingin dan lembap, sampai-sampai Dae bisa merasakan bibir serta hidungnya seolah membeku ketika ia berusaha bernapas. Sekuat apa pun Dae mata mencari cahaya, pandangannya hanya menemukan kegelapan tak berujung yang berakibat pada gemetarnya dia.

Lutut Dae lemas, begitu pula tumitnya. Akhirnya, cowok itu memilih untuk diam di tempat, memeluk diri serta memejamkan mata. Walau tak memberi perbedaan apa-apa pada sekitarnya, setidaknya Dae tahu bahwa dia tak akan melihat hal menyeramkan yang mungkin akan muncul dari balik kelamnya suasana.

Cowok itu berjongkok, mencoba untuk meraba tanah. Namun, tangannya hanya menemukan udara kosong. Seolah-olah kakinya memang berpijak pada kehampaan. Leher Dae tercekat. Perutnya mulas. Dia ingin muntah, tetapi tak ada yang mampu dikeluarkan oleh lambungnya.

Dae mencoba mengalihkan pikiran dengan mengisi kepalanya dengan kenangan-kenangan paling bahagia yang pernah dia rasakan. Akan tetapi, bayangan yang muncul hanya sosok tanpa tubuh di kegelapan. Sosok yang selalu muncul ketika Dae terjebak di tempat yang gelap, seperti saat lampu tiba-tiba padam di tengah malam atau ketika dia terkunci di dalam gudang. Mata-mata tajam yang mengawasi Dae hingga lututnya gemetaran.

Dae menahan napas. Wajahnya panas, demikian pula kandung kemihnya.

Munculnya seberkas cahaya mengharuskan Dae untuk membuka mata. Sebatang pohon besar berlubang tempat kakaknya menghilang adalah hal yang ia lihat kemudian. Pohon itu terang, seperti pohon yang selalu tampak di alun-alun Kota Yuza ketika musim dingin tiba. Padahal suasananya masih sama, udara kosong yang lebih kelam daripada malam.

Sesuatu di dalam diri Dae meminta dia untuk berdiri. Sembari membersihkan keringat dari pelipisnya, cowok itu terpaksa mengikuti. Dia melangkah berat mendekat ke arah pohon yang semakin dipandang tampak seperti monster besar yang tengah memamerkan gigi-geligi tajamnya, seakan siap untuk melahap Dae.

Ketika tiba selangkah lagi Dae masuk ke dalam lubang di pohon, seseorang tak kasat mata mendorongnya. Dae tersungkur ke depan dengan kepala yang berjarak seinci lagi dari lubang. Terlihat titik-titik cahaya yang berkerlip bagai bintang. Namun, alih-alih menganggapnya indah, napas Dae dibuat saling berlomba.

Dae tahu adegan ini. Dia sudah berulang kali mengalaminya dan untuk ke sekian kalinya, Dae berdoa agar semua ini berhenti segera.

"Kenapa Dae tidak menyusul?"

Tidak! Dae berteriak dalam hati. Jangan lagi!

Suara Eunah terdengar seiring titik cahaya yang mendekat. Ingin Dae melompat menjauh, tetapi tangan serta lututnya seolah melekat di bawah. Susah payah dia mencoba menariknya, tetapi sia-sia. Terutama, ketika titik-titik cahaya itu menjelma menjadi kakak perempuannya dengan sosok yang sedikit berbeda. Sebab alih-alih berwarna amber, mata gadis itu bersinar hijau neon.

"Pe-pergi. Kumohon." Dae berkata dengan suara serak.

"Kenapa Eunah harus pergi?" Suara sang gadis menggema saat bertanya. Dae meneguk liur.

Mengibas rambut ambernya sebelum menelengkan kepala, gadis itu kembali bertanya, "Apakah Dae tidak rindu dengan Eunah? Karena Eunah sangat merindukan Dae."

Another Way to Destroy The WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang