25. Eunah dan Tetangga Baru

583 113 7
                                    

Lidah Eunah mungkin sudah mati rasa.

Dia sangat lapar. Entah sudah berapa hari terlewatkan sejak perutnya mencerna makanan. Beberapa waktu ini Eunah bertahan hidup melalui air yang mengalir di bebatuan, membentuk lubang di tanah dan menampilkan aliran sungai bawah tanah. Kadang kala ia merasa enggan untuk berpindah tempat, takut kalau-kalau pijakannya retak, lalu ia terjatuh.

Eunah tak mau meninggalkan dunia ini secepat itu. Ada adik dan ibunya yang menunggu di atas sana. Pasti akan sangat luar biasa bila Eunah mampu menunjukkan bahwa ia masih hidup alih-alih mati seperti yang mereka perkirakan. Eunah pasti pulang, tidak seperti ayahnya yang pergi dan tak pernah kembali.

Namun, penjara tempat ia terkurung tak dapat dibobol. Eunah sudah mencoba memukul-mukulnya dengan apa pun yang berhasil ia temukan, tetapi tergores pun tidak. Para penghuni bumi itu pun membawa ia masuk dengan cara yang tak lazim. Mereka mampu melelehkan tanah keras yang menjadi jeruji--layaknya besi ketika bertemu api panas--sewaktu disentuh. Anehnya, tanah yang melebur kembali ke bentuknya semula sesaat setelah tangan sang penghuni bumi menjauh.

Gadis itu mengamati bagian yang diraba oleh penghuni bumi, tetapi tak ada tanda-tanda di sana ada sesuatu yang aneh. Ini seperti mereka mempunyai kekuatan di luar nalar, sama seperti bagaimana mereka meluluhlantahkan rumah Tuan Wicked. Yang mana bila benar, Eunah mustahil melawannya. Dia hanya manusia biasa yang diculik makhluk buruk rupa yang bahkan tak menghargai nyawanya dengan membiarkan dia kelaparan di sini.

Satu-satunya sumber cahaya adalah lampion di ujung lorong penjara. Jaraknya yang jauh menyebabkan pendarnya redup di sel Eunah. Untung tak ada satu pun benda berarti di sini, jadi Eunah tak perlu berhati-hati akan menginjak atau menduduki sesuatu yang berbahaya.

Eunah menggores dinding penjaranya dengan bongkahan batu kecil. Ada belasan garis lain lagi di sana, tetapi itu bukan menunjukkan waktu. Dia hanya melakukannya kala ingat atau bosan. Tak adanya sinar matahari membuat Eunah tidak mengetahui hari apa sekarang atau apakah di permukaan sedang siang atau malam. Sekalipun tak ada cermin, dia juga yakin pasti penampilannya sekarang sebelas dua belas dengan para manusia bawah tanah, berkulit pucat. Lagi pula, sebagian besar masanya ia gunakan untuk tidur, dimana akan menyebabkan hal lain bila ia berada dalam situasi yang berbeda.

Suara klontangan terdengar dari kejauhan, yang agaknya mustahil karena bunyi seperti itu hanya dapat dihasilkan oleh sesuatu selain batu dan tanah berjatuhan--mungkin kaleng atau pipa besi anti karat. Ada seseorang yang sedang menuju ke sini. Eunah otomatis menempelkan telinganya di bawah, memperkirakan siapa yang datang. Namun, tak ada yang berhasil ditangkap gendang telinganya. Orang ini mungkin hanya sekedar lewat dan mengamati alih-alih memeriksa apakah ada manusia hidup di sini.

Eunah menegakkan tubuh, lalu menghela napas lega. Didekapnya lutut kuat-kuat (atau sekuat yang ia bisa berhubung tenaganya bisa dikatakan nihil) dan menyembunyikan wajah di baliknya. Matanya yang mulai kelelahan ia pejam. Eunah hampir tertidur, tetapi suara langkah teredam yang mendekat membuat ia kembali terjaga.

Spontan Eunah mendekat ke jeruji, mempertajam penglihatan untuk mengetahui sosok makhluk di ujung lorong. Tak butuh waktu lama bagi sang orang asing muncul di hadapannya. Anak lelaki yang paling tak ingin ditemuinya. 

"Aku tak menyangka kau masih hidup." Si Pengkhianat Morgan berkata, menyebabkan Eunah menggeram menahan amarah.

Cowok itu memperbaiki posisi kacamatanya yang agak miring. "Aku rasa mereka benar soal kau akan tetap hidup sekali pun dibiarkan seminggu tanpa makanan."

"Manusia sehat," Eunah berkata dengan suara yang serak, "setidaknya dapat bertahan hidup selama dua bulan tanpa memakan apa pun." Gurunya di sekolah pernah menjelaskan tentang ini di pelajaran biologi, sekalipun Eunah hanya mampu menangkapnya sebagian. Otaknya memang agak susah memahami hal-hal yang berhubungan dengan eksakta.

Another Way to Destroy The WorldWhere stories live. Discover now