33. Eunah dan Ayahnya yang Super

838 95 34
                                    

Napas Eunah menjadi saling buru karena adrenalin yang meningkat, menyebabkan perih di dadahnya bertambah. Hal itu juga membuat Eunah tak tahu harus melakukan apa, jadi dia hanya mengikuti langkah Tuan Kincaid yang sekarang mendekat ke arah kurungan para manusia sambil menahan cenut di dadanya. Tuan Kincaid berjalan mundur, menyiagakan diri dari penghuni bumi yang kini sedang mencoba berdiri. Beberapa teman sang monster pun mendekat, sebagian memegang giok dan sebagiannya lagi tidak. Eunah hanya mempererat genggaman tangannya pada Sang Ayah yang tangannya mulai basah.

Orang-orang di dalam kurungan beringsut maju, memperhatikan apa yang sedang terjadi dari jarak yang lebih dekat. Sekalipun terlihat lemah, bisikan-bisikan mereka terdengar sampai ke telinga Eunah. Kebanyakan bertanya-tanya, apakah Eunah dan ayahnya kemari untuk menyelamatkan mereka atau sekedar mencari sensasi untuk membangunkan Sotteaneo yang sedang tertidur agar masalah dapat bertambah besar.

"Mencoba berlagak, manusia?" Wajah si penghuni bumi bertambah merah ketika ia mematahkan leher.

"Bukakan kurungan mereka, Eunah," kata Tuan Kincaid tanpa menatap Eunah, tangannya yang memegang giok masih maju ke depan.

"Bagaimana caranya?"

Tuan Kincaid melepas genggaman tangannya dari Eunah, kemudian merogoh saku celana dan memberikan giok lain kepadanya. "Ini batu yang digunakan Morgan tadi."

Eunah sebenarnya masih bingung--super duper sangat bingung malah, tapi dia tetap saja menuruti perintah.

Ketika ia menjauh, dua monster melompat ke arah Tuan Kincaid. Pria itu terjepit di bawah, tak dapat bergerak dengan bebas. Eunah hampir berteriak panik, tapi erangan Tuan Kincaid memaksa Eunah untuk percaya, sehingga tangan dan kakinya tetap bergerak untuk membebaskan para tawanan dari kerangkeng. Gadis itu mendekatkan batu ke arah pintu dan kuncinya otomatis terbuka, seolah batu itu sendiri adalah kunci elektronik serba guna.

"Apa yang kalian lakukan?" Seorang tawanan pria bertubuh gembul bertanya dengan nada tinggi ketika Eunah mendekat ke arah kerangkengnya.

"Menyelamatkan kalian?" Eunah menjawab penuh keraguan.

"Ini sarang penghuni bumi! Percuma menyelamatkan kami!" Wanita bercepol tinggi di kerangkeng selanjutnya berkata. "Lagi pula, kami sudah pasrah. Ini kewajiban saya sebagai bangsawan." Dia kembali merapatkan kurungannya, sekalipun pintu itu tak dapat tertutup lagi.

Eunah memutar mata, merasa tak mengerti dengan pola pikir para manusia bawah tanah. Masa bodoh dengan status bangsawan dan non bangsawan. Toh, Eunah tak memahami sistem kasta di tempat ini sekalipun sudah mendapatkan sedikit penerangan. "Ini bukan kemauan Eunah, jadi terserah pada Anda mau mengikuti atau tidak."

Wanita bercepol menggertakkan gigi.

Ketika mencapai kerangkeng paling atas, Eunah terpaksa memanjat agar dapat menggapai pintunya. Pasangan sejoli di sana agak kesusahan untuk turun. Si pria membantu sebisa mungkin dengan memegang badan dan lengan istrinya, sedangkan Eunah mencoba meraih dari bawah. Tak ada satu pun dari orang-orang yang kerangkengnya telah terbuka yang mencoba membantu mereka, membuat Eunah tak habis pikir apa sebenarnya mau mereka.

Ketika semua orang sudah menginjakkan kaki di tanah, Tuan Kincaid menghunjamkan pentungan yang entah ia dapat dari mana ke arah dua penghuni bumi yang tingginya bahkan tak sampai sepinggang Eunah. Padahal seingat Eunah pria itu sama jarangnya dapat makanan dengan dia, tapi tenaganya tak ada bedanya dengan prajurit khusus Kota Yuza. Para penghuni bumi itu menabrak teman-temannya di belakang, kemudian terjerembap sampai-sampai mematahkan palang-palang yang membentuk tenda dari kulit hewan.

Gadis itu memperhatikan batu giok di tangannya. Seberapa besar kekuatan benda ini? pikirnya dengan kening mengerut, kemudian tersenyum. Jika Iova mendapatkannya, dia akan benar-benar jadi pahlawan.

Sebuah godam melesat ke arah kerangkeng, kurang beberapa senti lagi hingga mengenai Eunah. Kumpulan kurungan itu jatuh berhamburan. Si pria gembul memekik ngeri karena kerangkeng miliknyalah yang mendapat kerusakan terparah. Dia sampai terduduk saking syoknya, bahkan celananya menjadi basah.

Namun, melihat pria gembul itu, Eunah jadi teringat seseorang yang seharusnya berada di sini. Dia mendekat ke arah si pria yang tengah memegangi istrinya. "Apa semua yang ditangkap oleh penghuni bumi sudah di sini?" tanyanya sembari turut membantu si wanita untuk duduk di atas batu besar tak jauh dari kerangkeng.

Si pria menoleh ke kanan dan kiri. Lalu, kembali menatap Eunah. "Mungkin. Aku--aku tidak tahu pasti."

Alis Eunah saling bertaut. Dia mulai berpikir. Tuan Wicked diculik oleh para monster ini tepat di depan matanya. Jadi, jika ia tidak ada di sel tempat Eunah dan ayahnya dikurung, kenapa dia tak bersama orang-orang ini?

Mungkinkah Tuan Wicked ditawan di tempat lain? Eunah mengamati ayahnya yang kembali menerbangkan para monster dengan bantuan batu giok. Napas pria itu mulai tersengal-sengal.

Gadis itu menyakukan gioknya ke dalam saku rok, lalu mengambil potongan besi kerangkeng yang sudah rusak. Dia berlari mendekat ke arah pertempuran ayahnya, kemudian memukul monster kecil terdekat. Penghuni bumi itu memekik, yang entah mengapa membuat dia berubah menjadi kelelawar dan mematuk-matuk rambut Eunah.

Eunah menggapai-gapai udara, mencoba menangkap makhluk tersebut. Akan tetapi, tangannya malah terluka. Darah menetes ke atas wajahnya, bahkan sampai tak sengaja masuk ke dalam mulutnya. Rasa asin mineral merambat di di lidah, diikuti dengan lututnya yang melemah. Eunah terduduk tanpa aba-aba, tak mampu menggerakkan pergelangan kaki.

Ketika ia hampir diserang oleh kelelawar itu lagi, suatu erangan menghentikan segala pergerakan. Para penghuni bumi menjadi patung. Begitu pula Tuan Kincaid dan para tawanan penghuni bumi. Mereka menoleh ke arah datangnya suara dan melihat Sotteano kini sudah membuka mata.

Sotteano mengaum ganas. Matanya menyala layaknya api yang berkobar. Para penghuni bumi menghentikan gerakan, begitu pula para bangsawan. Mereka mengamati monster itu was-was sambil menjauh dengan penuh kehati-hatian, berusaha agar tidak membuat gerakan yang mampu membuat Sotteano tertarik pada mereka.

Tuan Kincaid melangkah mundur. Kakinya agak pincang. Tangan kanannya terulur ke depan sewaktu mendekat ke arah Sang Naga. Ketika jemari pria itu telah menyentuh moncong Sotteano, suara amarah berubah menjadi dengkuran patuh. Tuan Kincaid lalu mengelus sisik naga itu.

"Eunah." Tuan Kincaid memanggil tanpa suara. Dia memberi isyarat agar Eunah tetap memegang batu gioknya, kemudian mengedik pada para bangsawan lalu ke Sotteano.

Eunah menganga. Keduanya saling lempar bahasa isyarat yang sepertinya hanya mereka berdua yang mengerti selama beberapa detik, yang berakhir dengan Eunah menghela napas berat sementara Tuan Kincaid tersenyum pongah.

"Kalian," kata Si Gadis Permukaan sewaktu mendekat kepada para bangsawan. "Ikuti aku."

Dia menuntun para bangsawan untuk naik ke punggung Sotteano yang panjang. Para bangsawan tampak takut, tapi Eunah menampakkan wajah galak. Kedua lubang hidung raksasa Sotteano pun turut menyemburkan udara panas, seolah berkata bahwa mereka harus menuruti perintah Eunah.

Setelah semuanya berhasil duduk di atas punggung monster itu, Tuan Kincaid pun mengambil posisi di depan Eunah, tepat di antara kedua telinga Sotteano yang terlipat ke bawah. Pria itu membisikkan sesuatu pada si naga, yang menurut pendengaran Eunah bukanlah bahasa manusia.

Beberapa detik kemudian, punggung Sotteano bergetar, sayap yang panjang dan lebar terentang hingga 10 meter di kanan serta kirinya. Para penghuni bumi yang terkena rentangan itu terjatuh dengan pantat yang mendarat duluan. Raut mereka terkesiap, tak percaya dengan apa yang terjadi di depan mata.

"Mereka tidak tahu kalau Sotteano punya sayap dan bisa terbang." Tuan Kincaid berbisik pada Eunah.

Dengan beberapa kepakan, kaki-kaki Sotteano terangkat dari udara. Naga itu memutari gua bawah tanah tiga kali sebelum menabrakkan diri ke dinding batu. Akan tetapi, alih-alih suara debum, sebuah lubang seukuran Sotteano terbentuk di sana dan Sang Naga pun menghilang dari pandangan para penghuni bumi setelah lubang itu kembali menutup secara ajaib seperti ketika ia terbentuk. []

Another Way to Destroy The WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang