27. Akai dan Pengalaman Mereka

685 103 4
                                    

"Bagaimana caramu melakukannya?"

Akai menghadang Iova sambil bertanya. Pandangan yang intens menunjukkan keseriusan, tetapi gadis berkucir dua itu malah melenggang melewatinya begitu saja tanpa menunjukkan ekspresi berarti. Akai tak tinggal diam. Cowok berambut merah itu lagi-lagi melakukan hal yang sama, mengejar dan kembali menghentikan langkah Iova sembari mengeluarkan pertanyaan yang sama.

Dengan muka masam, Iova berdecak. "Melakukan apa?" Dia melirik ke arah kaca bekas tepat di sebelah mereka berdua, terlihat berpikir apakah baik menggunakan benda itu untuk memukul kepala Akai. Namun, percobaan pembunuhan itu hanya akan merubah pandangan orang-orang akan dirinya. Iova akan menjadi bekas pahlawan yang merupakan mimpi buruk.

"Mematahkan tangga dan menjatuhkan Penghuni Bumi." Akai menjawab dengan mata yang menyipit.

Kalimat itu membuat Iova memasang ekspresi kaget. "Kukira kau akan menanyakan hal lain," ucapnya lega sembari membersihkan tetesan peluh di pelipisnya.

"Seperti apa?"

"Seperti bagaimana aku tahu kau ada di sana."

Akai menepuk tangannya sekali. "Aku memang hendak menanyakan itu juga," tukas Akai berbohong. Karena sesungguhnya, tak terbersit sedikit pun hal tersebut di pikirannya. Akai sudah terbiasa dengan kemunculan Iova yang tiba-tiba untuk mengganggunya, seakan anak itu punya portal ke mana saja yang ditempatkan pada setiap sudut Kota Bawah Tanah terutama Distrik Ankara. Tiba-tiba ia teringat kejadian minggu lalu, sewaktu Sang Pahlawan seolah datang dari udara dan mulai menendang selangkangannya.

Akai merintih tanpa suara.

Sepertinya, Iova sendiri tidak menyangka Akai akan berucap demikian. Dia syok hingga tak dapat berkata-kata. Mata gadis itu melirik bergantian antara Akai dan pantulan di kaca, yang letaknya bersandar pada dinding penghimpit lorong sempit tempat mereka berada sekarang. Cahaya yang minim membuat pantulan tersebut agak buram, tetapi entah kenapa Iova betah melihatnya. Akai mulai berpikir kalau gadis itu mulai menderita body dysmorphic disorder, sebuah kecenderungan untuk terus-menerus bercermin karena merasa cemas akan kekurangan fisik yang dimiliki, seperti beberapa anak perempuan di Penampungan Pemerintah yang senantiasa membawa cermin ke mana pun mereka pergi.

"Baiklah, baiklah, baiklah!" Iova berseru, membuyarkan lamunan Akai. Dia mulai menatap Akai tajam dengan mata violetnya. "Aku akan mengatakannya sebentar saat kita sudah berkumpul dengan teman-temanmu." Kepalanya berputar ke belakang, tepat di ujung gang yang telah keduanya lewati. "Naga bilang, ada beberapa Penghuni Bumi yang mengejar kita."

"Naga?"

"Hal yang ingin kuceritakan padamu." Iova menggenggam tangan Akai, lalu menyeretnya untuk berlari menjauh dari sana.

***

"BOOOOOOOOS!" Luke berlari menerjang Akai sambil berteriak. Keduanya terjengkang ke belakang, dimana bokong Akai merasakan betapa pedihnya mencium tanah keras secara tiba-tiba. Belum sempat Akai mengomel, dua temannya yang lain turut melakukan hal yang sama. Ketiga anak itu mulai tersedu-sedu, walau hanya Lee yang mengeluarkan air mata sampai membanjiri kaos Akai.

"Bagaimana kalian ada di sini?" Akai bertanya ketika berusaha duduk setelah satu demi satu teman-temannya mulai menyingkir darinya.

"Karena tempat ini yang pertama kali terbersit di kepala kami, Bos Akai," jawab Shawn, memberi selembar sapu tangan kumal kepada Lee.

"Lagi pula, jalan ini satu-satunya lokasi yang belum kami beritahu pada mereka." Luke menambahkan.

Akai melirik Iova yang kini berdiri bersandar di tiang lampu jalan dengan tangan terlipat di depan dada. Dia sedang memperhatikan sebuah cermin saku di tangan kanannya, tetapi dari wajah seriusnya, jelas-jelas dia bukan tengah mengecek penampilan. Seolah-olah, cermin itu adalah sebuah komputer mini yang menayangkan kondisi kota--hal yang mungkin akan benar-benar terjadi bila Iova pahlawan super sungguhan.

Another Way to Destroy The WorldDonde viven las historias. Descúbrelo ahora