34. Dae dan Masa Depan

341 45 18
                                    

Dae terbaring di halaman tempat ia biasa berlatih bela diri di bawah bimbingan para Manusia Langit. Matanya memandang langit kelam yang membentang luas di atas kepala. Angin dingin membuat rerumputan hijau di sekitar Dae menari, menggelitik kulitnya dengan lembut. Sayang, bukannya merasa tenang karena suasana tersebut, hawa dingin malah membuat rasa takut menghantui Dae.

Hari ini, Dae sudah berlatih bela diri seharian dengan Kaheeng. Tapi, tak ada satu pun duel latihan itu yang berhasil dimenangkannya. Kemarin juga demikian dengan Manuka. Dua hari lalu pun sama. Hari-hari sebelumnya apalagi. Dae merasa kesal karena bahkan setelah dia berhasil mendapatkan kalung dwiwarna yang digadang-gadang hanya dimiliki oleh seseorang yang kuat, Dae tidak memperoleh perubahan yang berarti. Dia masih Dae Kincaid yang sama, seseorang yang cemas akan segalanya.

Menegapkan badan, Dae merasa ngilu di punggung serta dadanya. Lengan atas kirinya pun terasa nyeri, ada darah yang merembes dari perban yang dipasangkan Nara sore tadi.

Luka-luka itu muncul akibat sabetan pedang Kaheeng sewaktu latih tarung. Luka-luka tersebut bisa saja disembuhkan dalam sekejap oleh Nara atau kelima temannya, para gadis langit yang membawa Dae ke Negeri Langit dua Minggu lalu. Sayangnya, Nara mengaku kalau tubuh seseorang tidak boleh terpapar sihir penyembuhan dalam kurun waktu berdekatan terlalu sering.

Sihir bisa memberikan efek samping yang malah akan memperparah luka si penderita jika berlebihan. Akhirnya, Dae diizinkan berisitirahat di pulau Sang Sesepuh alih-alih kembali ke pulau kediamannya untuk menghindari hal yang tidak diinginkan karena kebanyakan bergerak.

Walau demikian, Dae merasa harus berlatih lebih keras, seperti yang ia selalu lakukan ketika turnamen Taekwondo sudah dekat. Lagi pula, Dae ingin segera pulang ke pelukan ibunya.

Dae memejamkan mata, mengatur pernapasan. "Tidak bisa begini," ujarnya pada diri sendiri. "Aku perlu target."

Dae tertatih menuju bangunan besar bercat putih sambil menahan sakit. Seingat dia, Manuka dan Kaheeng pernah menarik keluar target latihan dari gedung sasana itu. Dae sendiri hanya pernah mengunjungi lapangan latihan dan ruangan paling luar dari area gelanggang ini, jadi dia tidak tahu pasti dimana benda itu berada. Tapi, Dae yakin daerah ini kosong hingga pagi menjelang kecuali rumah sesepuh yang berada beberapa puluh meter di seberang lapangan. Dia punya cukup waktu untuk berkeliling.

Menaiki tangga, Dae memasuki ruangan luas tanpa dinding luar yang ia gunakan sebagai tempat berlatih sepanjang minggu lalu. Bayang-bayang bulan menerangi langkah Dae. Sekitar dua puluh meter di depan, terdapat pintu ganda raksasa berwarna putih gading. Sekilas, pintu itu terasa berat, tapi ketika Dae mendorong, ternyata pintu itu seringan angin.

Dae menutup pintu di belakangnya dan memasuki lorong panjang yang lebih gelap dari suasana di luar gedung. Situasi itu membuat jantungnya memompa cepat. Di tengah kesunyian, dia hanya bisa mendengar suara degup yang semakin memicu adrenalin sehingga tangan serta kakinya berat untuk bergerak.

Niktofobianya menyerang. Dae menggerutu kesal.

Dae meringkuk. Punggungnya merapat ke pintu. Dia berusaha menarik dan menghembuskan napas perlahan, cara yang selalu diajarkan oleh ibunya agar rasa gelisahnya berkurang. Dia terus begitu selama beberapa menit. Hingga tiba-tiba, di ujung lorong, Dae melihat setitik cahaya kuning yang bergerak.

Cowok itu berteriak tanpa suara. Untuk pertama kali dalam 15 tahun hidupnya, Dae melihat bola cahaya sungguhan. Apa itu benar-benar penampakan hantu? Memangnya di Negeri Langit ada makhluk astral? Dae bertanya-tanya dalam hati. Kandung kemihnya memanas. Dia ingin buang air.

Sembari mengucapkan doa-doa dalam hati, Dae memegang kalung di lehernya dengan tangan gemetar. Dia berharap ada sesuatu yang mampu menuntun ia agar rasa kacau dalam dirinya berkurang. Dae membayangkan banyak hal untuk menenangkan diri, mulai dari peristiwa-peristiwa bahagia yang pernah ia alami sampai apa yang akan ia lakukan ketika berhasil pulang ke pelukan ibunya nanti.

Another Way to Destroy The WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang