1. C&P

55.5K 2K 156
                                    

Namaku Najwa Ticella, sering di panggil Najwa, dan aku sangat kesal jika ada yang memanggilku 'Awa'. Bagiku panggilan itu kekanak-kanakan sekali. Ingin menjambak siapapun itu yang memanggil Awa. Aku tidak akan segan memarahi orang yang memanggilku seperti itu.

Kecuali.

Pada sosok yang pertama kali memberiku panggilan itu. Dia pacarku 'Roy Aliandra Prakasa'. Jika dia yang memanggilnya, aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Melarangnya!!
Memarahinya!!
Menegurnya!!

Tentu saja ingin begitu.
Namun, bisa apa!? Berhadapan dengannya terus membuatku K.O. Aku hanya bisa berlapang dada menerimanya memanggilku Awa.

Kini gara-gara Roy, banyak orang memanggilku Awa. Seperti yang kujelaskan di atas. Kesal jika mendengar seseorang menyebut nama itu. Aku memarahinya. Tapi sayangnya, mereka tidak kebal dengan amarahku. Mereka berkata, aku cewek lemot, memarahi orang bukan seperti marah, tetapi seperti menasehati anak kecil.

Benar juga!!
Teringat, bagaimana saat aku memarahi sekumpulan yang sengaja meledekku dengan panggilan tidak kusukai.
Aku menghampiri mereka secara menautkan jari tangan di depan sambil menunduk, dan mulai memarahi dengan bersuara kecil. Saking kecilnya suara. Mereka yang kumarahi mendekatkan telinganya padaku, seolah-olah bukan aku yang memarahi tetapi aku yang dimarahi.

Pada detik itu. Datanglah pacarku 'Roy' dia menghampiri kami hingga berkata,
"Jangan panggil dia Awa!"

Kalimat singkatnya membuat mereka yang kumarahi membungkam di tempat, mereka menunduk sedalam-dalamnya.

"Kalian ngerti!?"
Dapat kudengar bagaimana tajamnya suara Roy. Aku di sebelahnya saja ciut, apalagi mereka yang berhadapan dengannya.

"I iya, kami nggak akan manggil  Awa lagi," ucap mereka susah payah. Kupastikan suara mereka bergetar.

"Sekali aja gue dengar kalian manggil Awa!" Roy mengacungkan telunjuknya. "Gue pastiin hidup loe semua gak bakalan tenang."

Mereka tergeragap, saling lempar pandang, menyikut, menyalahkan satu sama lain.

"Satu lagi!" tandas Roy tiba-tiba. Aku ikut terlonjat kejantungan.

"Cuma gue yang boleh panggilnya Awa."

"Kalian semua pergi!" usir Roy. Tak seorang pun yang bergerak dari mereka.

"Gue bilang pergi ya, pergi!" Roy meninggikan suaranya.

Mereka kalang kabut. Segitu paniknya, sebagian ada yang hendak ke kiri dan ke kanan, sehingga saling tertubruk jadinya.

Aku cekikikan sendiri melihatnya. Mereka mengusap kepala yang tertubruk.

"CEPAT!" teriak Roy.

Lagi, aku terlonjat kaget, begitu pula dengan mereka. Mereka semua lantas berlari terbirit-birit.

Semenjak kejadian hari itu. Tidak ada lagi yang memanggilku Awa, kecuali Roy. Berkat dia aku di panggil Awa, dan berkat dia juga tidak dipanggil Awa.

Roy Aliandra Prakasa. Cowok yang di segani banyak khalayak. Memiliki visual good looking, good attitude. Walau tau dia bersifat angkuh, semua orang tetap memujinya, tanpa terkecuali aku.

Rasanya sulit di percaya. Cowok yang kuidam-idambakan, dia yang kupikir tidak mengenaliku. Sekarang menjadi pacarku.

Kala dia menyatakan cintanya.

Di kelas.
Saat itu pembelajaran sedang berlangsung. Aku sibuk mencatat materi yang di berikan guru. Tiba-tiba dikejutkan oleh kegaduhan di luar. Seluruh kelas mulai bising menerka-nerka apa yang sedang terjadi.

Kegaduhan itu semakin terdengar jelas.

Dan, tak kusangka-sangka. Mataku membulat sempurna. Roy Aliandra Prakasa, sosok yang kuimpi-impikan kini muncul di kelas sambil membawa sebuket coklat di tangannya.

Kulihat di belakangnya banyak murid terutama kaum cewek mengekorinya. Mungkin mereka juga tak kalah terkejut dengan pemandangan ini. Seorang cowok tenar, anak kelas unggul masuk ke kelas yang paling bawah di antara kelas-kelas lain. Ah, iya, aku anak jurusan IPS bukan ips teratas tetapi yang paling bawah.

Suasana di sini benar-benar bising. Seluruh pasang mata memerhatikannya berjalan, aku juga melihat tanpa berkedip.
Lagi, hal yang tak terduga dan hal yang sangat kuinginkan. Dia datang ke bangkuku, menyodori sebuket coklat.

Suasana semakin ribut. Dapat kudengar cewek-cewek berteriak histeris, sedangkan aku melongo tak jelas. Berdiri membeku di tempat, buket coklatnya belum kuterima, jiwa masih belum dapat mencerna keadaan.

"Loe mau jadi pacar gue?"

Meledak, aku sungguh akan meledak. Barusan dia bilang 'pacar'. Jika ini mimpi tolong jangan bangunkan aku!!

"Mau jadi pacar gue, gak?" ulangnya lagi.

Teriakan histeris yang memekakkan dari penonton, membuatku tersadar. Ini bukan mimpi!! Jantungku meletup-letup bagai dodol yang hampir matang.

"Loe gak suka gue, ya?"

Tidak!! Aku sangat suka. Pagi, siang, sore, malam, tengah malam tiada hari tanpa memikirmu. Ingin kuteriak sekencang-kencangnya AKU CINTA KAMU. Tapi, tidak bisa, lidahku kelu, menelan liur saja bagaikan menelan duri.

"Gue hitung sampe tiga."

Melihatku terdiam. Teman sebangku terus menyikut keras, ia memberi isyarat melalui lirikan agar aku mengambil buket coklatnya.

"Satu... Dua... Tig."

Secepat angin berhembus, seperti Robot, aku mengambil buket coklatnya.

Kulihat Roy menatapku datar.

"Telat," lirihnya. "Loe telat," tambahnya memperjelas.

Dia bilang apa!? 'Telat'
jangan bilang kalau dia, batal menjadikanku pacarnya, dan jangan bilang kalau dia sedang mempermainkanku.

Tuhan!! Jangan kutuk aku seperti ini.

Setelah berkata demikian, Roy berbalik berjalan menjauh dari tempatku. Aku merasa benar-benar dikutuk sekarang, saat Roy hampir tiba di ambang pintu.

"AKU CINTA KAMU," teriakku tanpa sadar. Suasana yang tadinya sempat bising, terus kembali senyap.

Roy menghentikan langkahnya. "AKU CINTA SAMA KAMU, ROY." teriakku lagi.

Roy membalikkan tubuhnya ke arahku sambil memasukkan tangan ke saku celana. Setelah itu mengangkat tangannya dari sana, dan dengan angkuhnya dia menepuk-nepuknya beberapa kali.

Aku tertegun kebingungan. Semua yang ada di sini menatapnya penuh tanda tanya.

Pikiranku amburadul. Kenapa dia menepuk tangan!? Seakan-akan sedang memenangi Jackpot.  Dia beneran mempermainkanku, ya?

Roy berhenti menepuk.
"Bagus... Sangat mengagumkan!"

Aku sedikit pun tidak mengerti maksud dari ucapannya.

"Itu yang gue tunggu." Roy menaikkan sebelah pipinya.

"Catat baik-baik... Mulai hari ini, loe jadi milik gue."

Dia pergi setelah itu, meninggalkan tempat ini sepenuhnya. Aku terpaku di tempat, tak kusangka cowok yang setiap hari kuhayalkan menjadi pacarku!! Ternyata menjadi kenyataan.

Semua siswa siswi tergopoh-gopoh, menghambur ke arahku. Melontarkan bermacam-macam pertanyaan yang tak kumengerti dan tak kutau jawabannya, mereka memberi kata selamat. Bahkan Bu guru yang mengajar di kelasku tadi ikut memberi kata selamat.

Bu guru bukannya memarahi, tapi malah ikut berandai-andai. Dan, membiarkan saja tindakan Roy yang kelewat batas menurutku. Begitulah, sebegitu diseganinya, guru yang terkenal judes pun ikut memuja, tanpa ingat usia.

TBC

——OoO——


Jangan lupa untuk membiasakan vomment.

Ga sulit kok, cuma nekat bintang doang.

Follow akunku juga sekalian, em.
Ngak maksa sih, tapi wajib wqwq.

Cuek & PendiamWhere stories live. Discover now