14. C&P

20.2K 1.1K 48
                                    

Dengan amat terpaksa. Aku menuju ke kelas yang letaknya paling belakang itu, dengan langkah tak tenang. Mataku menyapu ke seluruh penjuru, menjaga-jaga agar sosok penampakan seperti di UKS tadi tidak muncul secara tiba-tiba.

Celingukan. Kiri, kanan. Atas, depan, belakang. Sesekali berjalan mundur, menyamping, bak seorang penyusup yang mengendap-endap.

Kesunyian begitu teramat kentara di sini. Dan, ya, aku hanya seorang diri di belakang.

Saat hanya tinggal melewati beberapa kelas lagi yang seterusnya sampai ke kelasku, saat itulah, keberanianku turun drastis, bulu kudukku merinding dengan sendirinya.

Merasa ada yang mengikutiku dari belakang, padahal, tidak ada siapapun di sini.

Hendak berbalik. Membatalkan niat mengambil tas, tetapi tanggung. Hanya tinggal beberapa kelas lagi.

Setelah beberapa kali bolak balik di tempat. Akhirnya, dengan satu tarikan napas, aku kembali menuju ke kelas.

Berjalan perlahan-lahan. Melewati kelas per kelas. Dan, Tibalah di kelasku, seluruh jendela kelas di tutupi gorden berwarna biru, sampainya di pintu, aku membukanya pelan hingga pintunya terbuka lebar.

Aku terkejut!!

Mematung di tempat, melihat sosok penampakan yang sedang duduk di bangkuku.

Sosok yang jauh lebih menakutkan daripada penampakan di UKS tadi.
Tatapan makhluk itu tajam menusuk-nusuk, membuatku ingin menghilang sekarang juga.

Sekarang, pilihanku ada tiga. Tetap berdiri mematung di tempat, berbalik dan lari secepat yang kubisa atau berjalan masuk menghampirinya.

Dan pilihanku....

Dengan keberanian yang kumiliki, aku menuju ke bangkuku. Tempat yang sedang diduduki si dingin bunglon dari kutub itu (emang di kutub ada bunglon nggak!?)

Roy, dengan angkuhnya duduk di bangkuku. Kedua kakinya dinaikkan ke atas meja sambil dikepang, didekat kakinya ada tasku, lengan kirinya diletakkan di sandaran bangku dan, tatapan dinginnya tertuju ke arahku.

Kini, aku tepat berada di depannya. Tanpa berniat melihatnya sekejap pun, aku mengambil tas... Tangan roy menahan dengan menekan tasku. Sekilas, aku melihatnya, lalu kutarik tas, dan beranjak keluar.

Saat hanya beberapa langkah lagi sampai di daun pintu. Tiba-tiba, dia menarik, hingga aku terpelanting ke belakang. Pintunya ditutupi Roy dengan keras sampai terdengar bunyi benda jatuh. Kurasa pengait pintunya terlepas.

Heran! Jauh berbeda! Perasaanku saat ini biasa aja.

Kutatap Roy dengan tak kalah tajam. "Aku mau keluar! Kenapa pintunya di tutup?"

Aku menyenggol badan Roy yang menghalangi gagang pintu, bermaksud membukanya, tapi keduluan, Roy menarik tangganku, menyerempetku ke dinding samping pintu, dan mengkunciku dengan kedua tangannya.

Dia sedikit membungkuk menyamai tingginya denganku sambil menatap dengan sangat terangat dekat, saking dekatnya, hidung mancungnya hampir-hampir menyentuh hidungku.

Aku menahan napas, dengan susah payah kuteguk ludah yang rasanya bagai menelan segenggam guli.

Segera, kupalingkan wajahku menyamping, tak sanggup rasanya aku menatap si empunya mata elang itu. Tapi si pemilik mata elang itu dengan kasarnya menarik daguku menghadap ke depannya, dan mendongakkan kepalaku sampai tenggorokanku benar-benar tercekik dibuatnya.

Dengan sendirinya mataku melebar, mendapati perlakuan kejamnya itu.

"Loe bolos?" tandasnya.

Ingin memberontak, tapi tidak bisa. Yang bisa kulakukan hanya diam.

Cuek & PendiamWhere stories live. Discover now