19. C&P

17.5K 971 27
                                    

Malam terlalu pekat begitu kental dengan kesunyian. Mataku terpejam, namun belum terlelap, tak lama rasa kantuk mulai menyerang. Saat detik-detik terlelap benar-benar datang.

Duum...

Indri melempar tangannya pada pinggangku. Membuatku sedikit terkejut.

"Jangan lasak kali lah, Ndri." Dengan suara serak diiringi memindahkan tangan Indri dari tubuhku.

Tapi lagi-lagi dia kembali menaruh tangannya, membuatku geram dan membuka mata yang sempat kupejam.

"Indri ih, jaaang..."

Bibirku tertahan gegara kalimat yang terpotong itu, kini mataku terbuka dengan normalnya. Tubuhku yang membelakangi Indri dan dihadapanku ada lelaki yang sejak kemarin membuatku salah tingkah beserta geram yang tak terkira sedang memperhatikanku dengan mata yang hampir tak berkedip.

Sesaat, kami saling bertatapan dengan detak jantungku yang mericuh. Walau jarak aku dan dia terbilang lumayan jauh, dia dipojokan sana dan aku dipojokan sini, namun aku dapat merasakan tatapan dinginnya padaku.

Berarti dari tadi, dia melihatku tidur!! Jadi grogi, kan akunya. Tapi, kenapa dia menatapku seperti itu? Apa barusan aku mengusik tidurnya? kalau beneran iya, gimana ini!?

Sekilas, kubuang arah pandangku kelain arah diiringi dengan menelan ludah khawatir, lalu ketika aku beralih pandang ke arahnya lagi, dia masih sama seperti tadi, menatapku dengan tatapan dingin yang entah apa maksudnya.

Tanpa pikir-pikir lagi, aku segera menarik selimut tebal dan menutupi seluruh badanku. Jangan berpikir didalam sana, aku tertidur dengan lelap, bahkan sampai pagi menjelang pun, mataku tak bisa dipejam.







***









Rasa kantuk yang mendera sejak semalam tak dapat ku bendung lagi. Tas punggung berwarna hitam miliku, kujadikan sebagai bantal yang kutaruh diatas meja, tanganku memeluk tas itu dengan kepala yang terbenam di atasnya.

"Hee ... pagi-pagi udah tidur, bangun-bangun," usik Celia, menarik tas yang kujadikan bantal, hingga kepalaku hampir terjatuh mengenai meja.

"Diam kamu, ah," geramku memperbaiki tas yang ditariknya.

"Baru juga siap upacara, loe langsung molor aja."

Kembali kulanjuti tidur tanpa mengubris Celia.

"Bangun dulu napah, ini ada titipan dari pacar loe!"

Mendengar lima huruf terakhir yang disebutnya, aku terduduk tegak di tempat. "Titipan apa?"

"Elah, dengar kata pacar langsung on nih anak."

"Serius, Cel."

"Nih ambil!" Celia meletakkan dua buah botol minuman penambah ion (p*cari swe*t) berukuran jumbo diatas meja.

"Ya Tuhan, gede banget ... Ini beneran dari dia?" tanyaku sedikit shock.

"Ya kali dari gue," elak Celia, "Pacar loe mah nyusahin amat. Ribet tau, gue tenteng nih barang."

"Yaudah, ini sebotol buat kamu aja!"

"Maunya, sih gitu, tapi dia udah mesan sama gue ... Katanya loe harus ngabisin nih minuman sekaligus dalam sehari."

Cuek & PendiamOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz