16. C&P

18.9K 965 19
                                    

Zidan... Maaf, ya! Hari ini buat kuenya ditunda dulu. Aku nggak bisa datang, dilanjut minggu depan aja, gimana?

Pesan singkat yang kuketik dengan tidak enak hati sukses terkirim pada tujuannya.

Aku meletakkan HPku di atas meja kala mendengar bel rumah. Kalau tidak salah hanya dipencet sekali.

Untuk memastikan, benar apa tidak. Kubuka saja pintunya, dan hasilnya memang benar.

"Ooh, kamu, Ndri. Kirain!"

Indri mendongakkan kepalanya. "Kirain siapa? Lakik?"

Dilihat dari penampilannya. Perkataan Indri tidak melesat sedikit pun (betulan kayak lakik abis) Dia memakai topi, rambut panjangnya dimasukkan ke dalam topinya. Baju kaos pendek lengan, celana kebesaran hanya sebatas lutut, dan sandalnya...

Sandal jepit.

Astaga! Penampilan macam apa itu!? bikin kepala geleng-geleng. Entah jarak rumahnya dekat, sah-sah saja penampilanya seperti itu.

Ah, sudahlah. Itu, kan hak dia.

"Kirain Celia! Masuklah." Aku mempersilahkan Indri masuk.

"Tumben mampir ke rumah, Ndri!?"

"Sebenarnya hari minggu gue latihan ngeband. Cuma kali ini malas aja, dah."

"Wieh, ngeband. Loe jadi apanya? Vocalis atau apa gitu?"

"Gue jadi drummer."

"Keren-keren! Mantap deh buat kamu." kuacungi jempol padanya. "Oiya, Ndri. Kamu udah makan?"

"Belum," jawabnya.

"Yaudah kita mak--"

Ting.. Tong.

Lagi-lagi bel rumahku ada yang memencet. Mengharuskanku berbalik dan membuka pintu lagi.

Tetapi, sebelum aku beranjak membuka pintu. Si pemencet langsung berhambur masuk sambil berteriak dengan lantang.

"NAJWA, MANA KAU?"

"Udah gue bilang, nggak usah dekat-dekat lagi sama Roy. Loe keras kepala banget, sih."

"Duh, Celia. Sabar dulu dong!"

"Gimana gue bisa sabar. Mana dia? Mana si maniak itu? Mana-mana?"

Celia dengan mulut lebarnya mondar-mandir ke seluruh sudut ruang, hingga berhenti pada satu titik. Dia menghampiri titik tersebut.

"Heh, kunyuk! Loe punya otak nggak, sih, bertamu rumah orang malam-malam lewat jendela. Loe pikir perbuatan loe benar apa!?"

Aku menghela napas panjang, secepatnya kuhampiri Celia. "Tenang dulu napa, Cel."

"Loe tenang-tenang mulu dari tadi," tancap Celia, membuat langkahku termundur.

"Loe masih bisa belain maniak kayak dia, ya... Gue tau dia ganteng, kaya, pinter tapi kalau kelakuan dia--"

PLETAK...

Sebuah jitakan berhasil mendarat di kepala Celia.

"ANJRIT KEPALA GUE." Tangannya terangkat memegangi kepalanya. "Kurang ajar loe maniak terlaknat! Sini loe."

Dengan tak tinggal diam. Celia membalas perbuatannya dengan menarik topi si penjitak. Dan, seketika, mulutnya membulat lebar. Aksinya terhenti begitu saja.

"Loh, kok. Loe, Indri?"

Indri mengibaskan rambut berjatuhan yang menghalangi penglihatannya. Lalu, mengernyit.

"Loe beneran Indri?" tunjuk Celia.

"Terus siapa? Gue belum ganti nama, kok!"

Celia beralih pandang ke arahku, terlihat dari wajahnya membutuhkan penjelasan.

"Udah aku bilangin tenang dulu nggak dengar!" nyolotku, "belum lama, Roy udah pulang. Katanya bentar doang."

Sejenak, Celia membeo. "Nah bagus, bilang sama dia nggak usah balik lagi."

"Ntar siang balik lagi, katanya."

"Aish, kagak usah balik lagi kubilang. Sini nomornya! biar gue aja yang bilang."

"Heh, nenek lampir, cerewet amat loe. Mulutnya dikompromi dikit napa? Kesal gue, dah." sembur Indri.

Celia mendelik tajam. "Siapa loe? Ngatur-ngatur gue! Loe ngapain sini?"

"Siapa loe? Nanya-nanya gue! Suka-suka gue lah mau ke mana."

Aku memutar mata malas. "Paan, sih kalian. Pagi-pagi udah buat keributan, bubar sana."

Mereka berdua sama-sama membuang muka.

--OoO--

















Pendek banget, cuma mencapai 500 kata. 😔😣
Yah, daripada lama up, jadinya aku post aja...😌

Oke, bab selanjutnya bakal panjang, kagak janji 😅 ✌

Cuek & PendiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang