41. C&P

12.3K 801 51
                                    

"Emang ada ya, orang baca buku setebal onoh?" Indri mengangkat sebuah buku yang tersusun rapi di rak.

Saat ini kami berlima sedang berada di gramedia pada lantai tingkat tiga.

"Kalo gak ada ... Ngak mungkin ada bukunya." Ilham menjawab santai.

"Bisa meledak otak gue baca beginian."

"Otak loe doang kali, kurang muatan."

"Anjis, mentang-mentang pinter. Jadi seenaknya ya loe."

"Iyalah, tau diri gue."

"Gue tabok juga loe pakek nih buku." Indri mengangkat buku  yang berada di tangannya tinggi-tinggi. Ilham tak terkecoh, Dia sibuk dengan lembar per lembar buku yang tengah di bacanya.

Melihat Ilham sebegitu fokusnya. Indri mengurungkan niatnya.

"Ngak jadi?" lontar Ilham tiba-tiba.

"Ngak." Indri menggeleng, manja. "Gue takut kunci jawaban berjalan gue rusak."

Dengan tergopoh-gopoh, Indri berhambur memeluk erat kepala Ilham. Tangannya mengusap-usap kepala Ilham dengan sedikit kencang.

"Benda ini-nih yang buat nilai rapor gue bercahaya ... Ummach ... Umach." Indri mengecup kepala Ilham berkali-kali, lalu kembali mengelus.

Menyadari perlakuan Indri terhadapnya, Ilham memberontak bin melotot.

"Ya Gusti ..." Ilham menjauhi badanya dari Indri. "Rambut gue, kepala gue, pomade gue ternodai." Ilham menyapu kepala dengan tangannya.

"Baik, kan gue ... Loe kan ngak pernah di elus-elus, sini atuh gue belai-belai."

Ilham bergidik ngeri, lantas melarikan diri, meminta pertolongan pada Radit, sedang Indri mengejarnya dari belakang.

"Itu bocah bisa ngak, sih sehari aja ngak bikin onar." Celia mendumel kesal melihat temannya membuat keributan di tempat umum.

"Udah jadi tradisi mereka. Maklumi saja," responku. Menyadari hanphone bergetar di dalam tas yang kupakai menyamping. Aku merogohnya, ternyata ada pesan masuk.

Setelah membaca isi pesan itu, cukup membuatku kebingungan dan bertanya-tanya. Selebihnya dari nomor yang tak dikenal.

"Siap dari gramed ... Ikut gue!"

Haaa... Ini siapa?

Tau dari mana aku di gramed?

Penguntit kah, atau...

Ah, masa iya sih. Ngak mungkin dia, kan, tapi....

Pikiranku mulai terganggu, tetapi tak terlalu kuladeni, akibat  sibuk memilih-milih buku yang akan kubawa pulang.

"Eyy, dasar cewek pervert." Suara itu mengalihkan perhatianku, walau yang dituju bukan untukku.

"Apa loe, ... APA." Celia ketahuan sedang memergoki majalah pria six pack. Dia melotot tajam mendapati Radit yang seenaknya merebut majalah itu dari tangannya.

"Gue ngak nyangka, Cel. Ternyata diam-diam loe..."

"Kenapa, hah kenapa? Ini tuh namanya normal."

"Normal apaan? Najwa aja kagak begitu, tuh," alih Radit. "Loe suka ginian, Wa?"

Radit menyodori gambar majalah padaku.

"Eh, kok malah aku?"

Mau tak mau, aku menelisik gambar itu, dan...

"Iih, kalo begini, mah aku geli."

"Noh dengar!" ujar Radit, bangga.

"Ah, lebay loe, Wa." Celia tak terima. Dia merebut majalah dari tangan radit.

Cuek & PendiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang